BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sejarah
merupakan realitas masa lalu, keseluruhan fakta, dan peristiwa yang unik dan
berlaku. Perlunya mempelajari sejarah guna membantu meningkatkan pemahaman
antara Islam dan Barat. Konfrontasi antara Islam dan Barat secara luas dilihat
di dunia muslim sebagai suatu benturan yang terus terang, antara keserakahan
dan keimanan, antara suatu cara hidup yang menekankan keseimbangan dan
ketertiban.
Hadirnya
kerajaan Mughal membentuk sebuah peradaban baru di daerah tersebut dimana pada
saat itu mengalami kemunduran dan keterbelakangan. Kerajaan Mughal yang
bercorak Islam mampu membangkitkan semangat umat Islam di India. Hal ini
menunjukkan kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di India. Jika pada
dinasti-dinasti sebelumnya Islam belum menemukan kejayaannya, maka kerajaan ini
justru bersinar dan berjaya. Keberadaan kerajaan ini dalam periodisasi sejarah
Islam dikenal sebagai masa kerajaan kedua setelah sebelumnya mengalami Kecemerlangan
pada dinasti Abbasiyah.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Asal-usul kerajaan Mughal
2. Perkembangan kerajaan Mughal
3. Kemunduran kerajaan Mughal
C.
TUJUAN PENULISAN
1) Memenuhi tugas mata kuliah
2) Mengetahui sejarah kerajaan Mughal
3) Menambah wawasan tentang sejarah
kerajaan Mughal
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASAL-USUL KERAJAAN MUGHAL
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah
berdirinya kerajaan safawi. Jadi, di antara tiga kerajaan besar Islam tersebut,
kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama
di anak benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa
Khalifah al-Walid, dari dinasti Bani Umayyah. Penaklukan Wilayah ini dilakukan
oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim.[1]
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu
kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M), salah satu dari cucu Timue
Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah
Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan
bertekad akan menaklukkan samarkand yang menjadi ibu kota penting di Asia
Tengah pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami kekalahan tetapi karena
mendapat bantuan dari raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil menaklukkam
Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan.[2]
Setelah Kabul dapat ditaklukkan, Babur meneruskan
ekspansinya ke India. Kala itu Ibrahim Lodi penguasa India dilanda krisis
sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam Khan paman dari Ibrahim
Lodi bersama-sama daulat Khan gubernur Lahore mengirim utusan ke Kabul, meminta
bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim di Delhi. Permohonan itu
langsung diterimanya. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan
ibu kotanya Lahore. Setelah itu, ia memimpin tentara menuju Delhi. Pada tanggal
21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang dahsyat di Panipat. Ibrahim
beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu.
Babur memasuki kota
Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya di sana. Dengan demikian,
berdirilah kerajaan Mughal di India.[3]
B. PERKEMBANGAN KERAJAAN MUGHAL
Awal
pemerintahan Dinasti Mughal
diwarnai oleh masa-masa
konsolidasi kekuasaan setelah
menerima warisan pemerintahan sebelumnya. Dengan kepandaiannya, Babur dapat meredam gejolak politik, yang mana terjadi pemberontakan yang dilancarkan untuk memanfaatkan masa-masa
transisi politik dari penguasa-penguasa Turki kepada penguasa Mongol (selanjutnya
disebut Mughal). Pada masa Pemerintahan Babur ditandai oleh dua
persoalan besar, yakni bangkitnya
kerajaan–kerajaan Hindu dan munculnya penguasa Muslim yang merasa
tidak puas dan enggan mengakui pemerintahannya
di Afghan.[4]
Beberapa sejarawan India menggambarkan Babur dan
dinasti Mughalnya sebagai seorang asing. Mereka benar Babur adalah seorang
asing bahkan salah seorang penakluk India yang paling asing yang datang dari
jalan lintas di Utara. Kebanyakan penakluk sebelumnya adalah dari Afghanistan.
Babur datang bukan untuk menghancurkan dan menjarah tapi untuk membangun dan
tak mengherankan bahwa orang-orang pandai dari Asia Tengah dan Asia Selatan
bersatu dan tumbuh subur di bawah dinasti Mughal.[5]
Pada 1530 M Babur meninggal dunia dengan mewariskan
wilayah kekuasaan yang sangat luas
dengan karir politik yang sangat cemerlang. Ia
menyerahkan kekuasaannya kepada putera sulungnya, Humayun.Ia memerintah
antara tahun 1530-1540 M dan 1555-1556 M. Periode pemerintahannya
banyak diwarnai kerusuhan dan berbagai pemberontakan.
Salah satu dinasti dari Afghanistan yang saat itu diperintah oleh Sher Shah
Suri menginvasinya ke pusat kota pemerintahan Humayun di Delhi pada 1540 M. Pasukan
Humayun hancur dan negara dalam kondisi
tidak menentu. Tetapi Humayun berhasil meloloskan diri dan lari ke Sind.[6]
Setelah Sher Shah wafat penggantinya adalah penguasa-penguasa yang
lemah, sehingga Humayun dapat menguasai kembali Delhi pada
bulan Juli 1555 M. Satu tahun kemudian yaitu pada 24 Januari 1556 Humayun
meninggal dunia. Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Jalaluddin Muhammad Akbar (1556-1605 M)
adalah penguasa terbesar Mughal. Ia memperluas imperium ini dari wilayahnya di
Hindustan ke Punjab, Gujarat, Rajastan, Bihar, dan Bengal
(Bangla). Ke arah utara ia merebut Kashmir. Deccan direbut pada tahun 1600 M.
Akbar mampu mendirikan negara kesatuan di India Utara dan memperoleh
dukungan dari mayoritas
Hindu India. pada
puncaknya ia memperkenalkan Din-e-illahi, yakni semacam
sintesis dari berbagai agama.[7]
Periode Jahangir (1605-1627 M) adalah masa
stabil. Ia memerintah berdasarkan pandangan
pragmatis dalam melihat
fungsi kepemimpinan. Menurutnya
kedaulatan raja adalah pemberian Tuhan. Dengan demikian tidak begitu penting
menjalankan hukum Tuhan
(Syariat) karena yang
lebih diperlukan adalah cara
memelihara kelestarian kehidupan
dunia ini. Ia menerapkan hukum
Islam hanya sebatas di lembaga pengadilan seperti halnya pada masa
ayahnya, Akbar. Jahangir
disebut-sebut juga sebagai
sultan yang toleran dan
sekuler. Ia sering
mengeluarkan kebijakan-kebijakan politik
yang liberal seperti yang
dilakukan ayahnya, Akbar. Jahangir berkuasa
selama 22 tahun, ia wafat pada
bulan oktober 1627 M.[8]
Pengganti
Jahangir adalah Muhammad
Shihabuddin Shah Jahan
(Shah Jahan) ia terbukti
sebagai orang yang
adil, bijaksana, dan masa pemerintahannya merupakan periode sejarah
Mughal yang amat makmur. Kas negara penuh dan ia membuat banyak bangunan,
antara lain Taj Mahal, Masjid Juma, Benteng Merah, Diwan-e-Khas, Diwan-e-Aam di
Delhi dan Pearl Mosque di Agra. Shah Jahan menangani
pemberontakan-pemberontakan secara tegas. Pada periode ini kondisi negara
sangat stabil dan mengalami puncak kejayaan yang luar
biasa di antara
Kesultanan Mughal. Pada
periode ini usaha penaklukan wilayah dikembangkan kembali
hingga berhasil melampaui batas-batas India, seperti
Kandahar, Balkh, Badakhsan,
dan Samarkand.[9]
Keamanan pada
periode ini jauh
lebih baik dibandingkan
periode-periode sebelumnya.
Portugis yang mulai
singgah di perairan India berhasil
diusirnya. Ia juga memindahkan pusat ibukota dari Agra ke Delhi (Shahjahanabad). Ia mencapai puncak
kemakmuran ketika terjadi perpaduan yang
cantik antara budaya Turki,
Mongol, Persia, dan India. ini
terlihat jelas dari konstruksi bangunan-bangunan Taj Mahal dan masjid-masjid.[10]
Dalam
pemerintahannya di Mughal,
tentu Shah Jahan
mempunyai beberapa kebijakan yang
dapat membantu dalam
meraih ambisinya dalam memimpin sebuah kesultanan, yaitu;
a) Perluasan Wilayah
Pada awal pemerintahan Shah Jahan terjadi pemberontakan
yang dilakukan oleh Jujhar Sing, pemimpin Bundela, anak dari Bir Singh Bundela,
akhirnya Jujhar Sing dapat diusir
dari negaranya seumur hidup. Selain itu
ada pula pemberontakan yang dilakukan oleh bangsawan Afghan yang bernama
Khan Jahan Lodi yaitu bekas raja muda Dekkan, dan akhirnya pemberontakan yang dilakukan oleh Khan Jahan
Lodi pun dapat ditaklukan di Tel Sehouda, utara Kalinjar dan dibunuh dengan anak-anaknya
pada tahun 1631 M.
Shah Jahan berambisi untuk memperluas wilayahnya
(ekspansi) serta menyatukan Asia Tengah. Ia memperluas daerahnya hingga ke
Deccan. Di sebelah selatan ia mengalahkan Ahmad nagar, Bijapur dan Golkonda. Shah
Jahan berhasil memperluas Kesultanan Mughal hingga ke Kamrup.Pada periode ini
usaha penaklukan wilayah dikembangkan hingga berhasil melampaui batas-batas
India, seperti Kandahar, Balqh, Badakhsan, dan Samarkand.
b) Perpindahan Pusat Pemerintahan
Kebijakan
Shah Jahan yang
selanjutnya adalah memindahkan
ibu kota dari Agra ke
Shahjahanabad (Delhi) pada tahun 1648 M.
Ia membangun sebuah istana, yang
terdiri dari keraton
atau sebuah tempat
kediaman raja, dan beberapa bangunan fasilitas lainnya.
Alasan perpindahan pusat pemerintahan ke
Delhi ini mempunyai beberapa faktor, yaitu; lokasinya di tepi sungai memastikan pasokan air berlimpah,
sebagai perlindungan ke kota dari
serangan setidaknya satu arah, Delhi menjadi hulu dari Agra di sungai Zamuna
dimaksudkan agar transportasi dan
komunikasi antara kedua kota dapat dengan mudah dan cepat dilakukan. Lebih lanjut,
karena Delhi tidak terlalu jauh dari Agra, perpindahan ibukota dapat dilakukan
secara relatif mudah.[11]
a. Puncak Prestasi Shah Jahan
i. Bidang Ekonomi
Kondisi ekonomi
rakyat secara keseluruhan
makmur. Rakyat berada dalam kondisi sejahtera dan segala
kebutuhan tercukupi. Kondisi sosial-politik yang sangat stabil yang mewakili
kondisi sebelumnya, kemakmuran di bidang
ekonomi dan dukungan
rakyat yang sangat
simpatik. Pertanian merupakan pekerjaan utama rakyat setempat.
Tidak semua tanah dijadikan sebagai sektor pertanian, dikarenakan kondisi
tanah yang hancur
akibat perubahan alam, sehingga membentuk atau memanfaatkan
sesuai dengan musim.Negara juga mendorong tumbuhnya industri.
Bangla dan Gujarat terkenal sebagai produsen dan
pengekspor barang-barang tekstil kapas.Sebagai hasilnya hampir semua pendapatan Pemerintah
Mughal berasal dari
pajak pada produksi
pertanian. Disamping untuk kebutuhan
dalam negeri, hasil
pertanian itu di
ekspor ke Eropa, Arabia,
Afrika, dan Asia
Tenggara bersamaan dengan
hasil kerajinan, seperti pakaian
tenun, dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduk si di Gujarat dan
Bangla.
ii. Seni dan Arsitektur
India mempunyai daerah yang amat
luas, dan kaya dengan bahan-bahan bangunan.
Dengan terbentuknya Kerajaan Islam di India, maka mulai timbul suatu
kesenian yang masih asing bagi India sendiri, yaitu kesenian Islam.
Shah Jahan
terkenal sebagai seorang raja
yang sangat mewah,
sebagian besar dari
kekayaan dan kuasanya digunakan
untuk mendirikan bangunan
yang indah, seperti
Taj Mahal, Peacock Throne dan
bahkan masjid-masjid, seperti Moti Masjid. Masjid ini dibangun oleh Shah Jahan
di kota Agra.
Masjid ini didirikan pada tahun 1656
M, dikenal juga
dengan nama Masjid
Luk-luk (Mutiara), dan
merupakan sebuah masjid yang
terindah di kota
Agra. Di Delhi
dibangun Masjid Raya Delhi pada 1650 M. Pada bagian depan
masjid ini terlihat pintunya yang besar yan dibentuk menurut langgam Persia
dengan lengkung melimas dan dihiasilengkungan
kecil. Di depan
masjid terdapat Shah
Jami (lapangan) yang
luas dan di tengah-tengah
dibuat sebuah kolam. Bentuk
keseluruhan Masjid RayaDelhi ini nampaknya perpaduan yang harmonis
antara ragam bangunan Hindu dan Persia.[12]
C. KEMUNDURAN KERAJAAN MUGHAL
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada
di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan
kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M
kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot,
mensukseskan kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan
separatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian
timur semakin lama semakin mengancam.[13]
Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama
kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh
kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai. Desintegrasi wilayah
kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang di samping
melepaskan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga mereka senantiasa menjadi
ancaman serius bagi eksistensi dinasti Mughal itu sendiri.[14]
Ketika kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah
seperti ini, pada tahun itu juga, perusahaan inggris (EIC) yang sudah semakin
kuat mengangkat senjata melawan pemerintah kerajaan Mughal. Peperangan
berlangsung berlarut-larut. Akhirnya, Syah Alam membuat perjanjian damai dengan
menyerahkan Oudh, Bengal, dan Orisa kepada Inggris. Sementara itu, Najib
Al-Daula, Wazir Mughal dikalahkan oleh aliansi Sikh-Hindu, sehingga Delhi
dikuasai Sindhia dari Marathas. Akan tetapi, Sindhia dapat dihalau kembali oleh
Syah Alam dengan bantuan Inggris (1803 M).[15]
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan
dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa kepada
kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1) Terjadi stagnasi dalam pembinaan
kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai
tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan
pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan
buatan Mughal sendiri.
2) Kemerosotan moral dan hidup mewah di
kalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang
negara.
3) Pendekatan Aurangzeb yang terlampau
“kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya,
sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-suktan sesudahnya.
4) Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh
terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[16]
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kala itu Ibrahim Lodi penguasa India
dilanda krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam Khan paman
dari Ibrahim Lodi bersama-sama daulat Khan gubernur Lahore mengirim utusan ke
Kabul, meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim di Delhi.
Permohonan itu langsung diterimanya. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil
menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Setelah itu, ia memimpin tentara
menuju Delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang dahsyat
di Panipat. Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu. Babur
memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya di sana.
Dengan demikian, berdirilah kerajaan Mughal di India.
2. Shah
Jahan (Shah Jahan) ia
terbukti sebagai orang
yang adil, bijaksana, dan masa
pemerintahannya merupakan periode sejarah Mughal yang amat makmur. Kas negara
penuh dan ia membuat banyak bangunan, antara lain Taj Mahal, Masjid Juma,
Benteng Merah, Diwan-e-Khas, Diwan-e-Aam di Delhi dan Pearl Mosque di Agra.
Shah Jahan menangani pemberontakan-pemberontakan secara tegas.Pada periode ini
kondisi negara sangat stabil dan mengalami puncak kejayaan yang luar
biasa di antara
Kesultanan Mughal. Pada
periode ini usaha penaklukan wilayah dikembangkan kembali
hingga berhasil melampaui batas-batas India, seperti
Kandahar, Balkh, Badakhsan,
dan Samarkand.
3. Peperangan berlangsung berlarut-larut.
Akhirnya, Syah Alam membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh, Bengal,
dan Orisa kepada Inggris. Sementara itu, Najib Al-Daula, Wazir Mughal
dikalahkan oleh aliansi Sikh-Hindu, sehingga Delhi dikuasai Sindhia dari
Marathas. Akan tetapi, Sindhia dapat dihalau kembali oleh Syah Alam dengan
bantuan Inggris (1803 M).
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
M. Nasihudin. Sejarah Kebudayaan Dan Kebudayaan
Islam. JUSPI. Vol. 1. Yogyakarta,
Tahun 2017.
S. Ahmed, Akbar. Rekonstruksi
Sejarah Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada, 2008) hlm. 145.
[2] Ibid, hlm. 147.
[3] Ibid.
[4]M. Nasihudin Ali, Sejarah Kebudayaan Dan Kebudayaan Islam, JUSPI, Vol. 1, (Yogyakarta: Tahun 2017) hlm. 4.
[5] Akbar S. Ahmed, Rekonstruksi Sejarah Islam, (Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm. 141-142.
[6]M. Nasihudin Ali, Sejarah Kebudayaan Dan Kebudayaan Islam, JUSPI, Vol. 1, (Yogyakarta: Tahun 2017) hlm. 4-5.
[7] M.
Nasihudin Ali, Sejarah Kebudayaan Dan
Kebudayaan Islam, JUSPI,
Vol. 1, (Yogyakarta: Tahun 2017) hlm. 5.
[8] Ibid.
[9] M. Nasihudin Ali, Sejarah Kebudayaan Dan Kebudayaan Islam, JUSPI, Vol. 1, (Yogyakarta: Tahun 2017) hlm.6.
[10] Ibid.
[11]M. Nasihudin Ali, Sejarah Kebudayaan Dan Kebudayaan Islam, JUSPI, Vol. 1, (Yogyakarta: Tahun 2017) hlm. 19-23.
[12] M.
Nasihudin Ali, Sejarah Kebudayaan Dan
Kebudayaan Islam, JUSPI,
Vol. 1, (Yogyakarta: Tahun 2017) hlm. 30-34.
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 159.
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2008), hlm.159-161.
[15] Ibid, hlm. 161.
[16] Ibid, hlm 162-163.
Tag :
Makalah
0 Komentar untuk "Sejarah Peradaban Islam"