PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filsafat, terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak
kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan
berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak
menggantungkan diri pada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di alami
dengan melakukan eksperimen dan percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah
secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang
tepat untuk solusi tertentu.
Pada masa kini ada sebagian orang yang mengatakan bahwa filsafat
telah berada di penghujung jalan. Filsafat telah menempuh perjalanan yang
sangat panjang dan kini harus berhenti. Pengembaraannya telah berakhir, dan
tidak ada lagi sesuatu yang dapat dilakukannya. Filsafat sebagai induk segala
ilmu pengetahuan telah berhasil melahirkan berbagai ilmu pengetehuan yang kini
telah mandiri. Ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences), ilmu-ilmu
pengetahuan sosial (social sciences), dan seluruh disiplin ilmu lainnya
satu per-satu telah memisahkan diri dari filsafat yang telah tumbuh menjadi
dewasa. Filsafat selaku induk segala ilmu pengetahuan kini telah menjadi
dewasa. Filsafat selaku induk segala ilmu pengetahuan kini telah renta dan
mandul.[1]
Filsafat analitik sendiri, secara umum hendak mengklarisifikasi
makna dari pernyataan dan konsep dengan menggunakan analisis bahasa. Di dunia berbahasa
Inggris, tradisi filsafat semacam ini telah menjadi bagian penting di dalam
refleksi filosofis sejak awal abad ke-20.
Metode yang di gunakan oleh para filsuf analitik berbeda-beda satu
sama lain. Hampir setiap tokoh memiliki metode sendiri, di samping mereka
memang saling mempengaruhi. Sehingga nanti akan di bahas secara ringkas dua
metode tersebut dimana ada metode kontemporer yang memilki pengaruh yang cuup
besar, metode yang pertama ialah metode verifikasi atau metode konfirmasi
(verification or confirmation) dan yang kedua ialah klarifikasi
(clarification).[2]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Filsafat Analitik?
2.
Bagaimana
Metode Berfikir?
3.
Bagaimana
Tokoh-Tokoh Filsafat Analitik dan Pemikirannya?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
pengertian Filsafat Analitik.
2.
Menjelaskan
Metode Berfikir.
3.
Mejelaskan
Tokoh-Tokoh Filsafat Analitik dan Pemikirannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Analitik
Dalam sejarah
perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli
falsafat lainnya selalu berbeda dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat
itu sendiri. Pengertian filsafat dapat di tinjau dari dua segi, yakni secara
etimologis dan terminologi.
Arti filsafat
secara etimologi yaitu kata filsafat dalam bahasa Arab falsafah yang
dalam bahasa Inggris di kenal dengan istilah philosophy, adalah berasal
dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas
kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang
berarti kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya.
Seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat
digunakan pertama kali oleh phytagoras
(582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian
pengertian filsafat itu di perjelas seperti halnya yang benyak dipakai sekarang
ini oleh para kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399 SM).
Arti filsafat
secara terminologi maksudnya arti yang di kandung oleh istilah atau statemen
“filsafat”. Lantaran batasan filsafat itu banyak, maka sebagai gambaran di
kenalkan beberapa batasan. Yaitu menurut Ariestetoles filsafat adalah
ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat
keindahan).[3]
Filsafat analitik
adalah suatu aliran yang berasal dari suatu kelompok filsuf yang menyebut diri Lingkaran
Wina. Filsafat analitik Lingkaran Wina berkembang hingga ke luar Jerman,
teristemewa ke Inggris dan Polandia. Pada umumnya para filsuf analitik menolak
metafisika karena mereka sependapat bahwa metafisika tidak dapat “dipertanggung
jawabkan” secara ilmiah.[4]
B.
Metode Berfikir
Jumlah metode hampir sama banyaknya definisi dari para ahli dan
filsuf sendiri. Hal ini disebabkan karena metode ini suatu pendekatan untuk
mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Fuad Ihksan
(2010) mengemukakan pendapat Runes dalam Dictionory of Philosopy
sebagaimana dikutip Anton Baker, mengatakan sepanjang sejarah filsafat telah
dikembangkang sejumlah metode yang berbeda dan jelas. Setidaknya dalam sejarah
tercatat paling penting yang dapat disusun menurut garis historis setidaknya
sepuluh metode, yang digunakan dalam filsafat termasuk dalam filsafat ilmu,
tetapi disini saya akan membahas tentang metode analitik.
Metode analitika bahasa sebagaimana yang dikreasikan Wittgenstein.
Metode ini digunakan dengan jalan analisis pemakaiaan bahasa sehari-hari yang
menentukan sah tidaknya ucapan filosofis, menurutnya bahasa merupakan bola
permainan makna si pemiliknya.[5]
Metode yang di gunakan oleh para filsuf analitik berbeda-beda satu
sama lain. Hampir setiap tokoh memiliki metode sendiri, di samping mereka
memang saling mempengaruhi. Sehingga nanti akan di bahas secara ringkas dua
metode tersebut dimana ada metode kontemporer yang memilki pengaruh yang cuup
besar, metode yang pertama ialah metode verifikasi atau metode konfirmasi
(verification or confirmation) dan yang kedua ialah klarifikasi
(clarification).
1)
Metode
Verifikasi atau Konfirmasi
Lingkaran Wina (Vienna Circle) tahun 1920-an dan gerakan
Positivisme Logis (Logical Positivism) menampilkan beberapa pemikir
terkenal: salah seorang di antaranya ialah A. Y. Anyer (1910-1970). Di dalam
bukunya yang berjudul Lengauange, Truth and Logic (1936), Ayer berupaya
mengeliminasi metafisika sebagaimana terungkap lewat judul bab pertama buku tersebut,
“The Elimination of Metaphysics”. Adapun eleminasi itu didasarkan pada prinsip
verifikasinya, agar suatu pernyataan (statement) benar-benar penuh arti
pernyataan itu haruslah dapat di verifikasi (synthetic) oleh salah satu
atau lebih dari kelima pancaindra. Secara menyeluruh, buku Lenguage, Thurth
and Logic memaparkan tesis prinsipil positivisme Logis yang menghubungkan
gagasan-gagasan Lingkungan Wina dan Analisis Linguistik Inggris (British
Linguistic Analysis). Pandangan Ayer diubah dan di sempurnakan lewat Lenguage,
Truth and Logic yang direvisi pada tahun 1946 dan juga lewat karya tulis
lainnya, Foundations of Empirical Knowledge (1940) dan The Problem of
Knowledge (1956). Carcap mengatakan bahwa Ayer terus menggemgam
prinsip-prinsip verifikasinya, namun ia mulai membedakan antara verifikasi kuat
(strong verification) dan verifikasi lemah (weak verification).
Prinsip-prinsip verifikasi yang telah di revisi, baik oleh Ayer sendiri maupun
oleh beberapa penganutnya yang lain, telah memasukkan unsur-unsur pengalaman
kendati tidak begitu empiris. Metode verifikasi, oleh beberapa ahli, disebut
metode konfirmasi.[6]
2)
Metode
Klarifikasi
Salah satu aliran filsafat analitik yang terkenal ialah yang
bersumber dari pemikiran-pemikiran Ludwig Wittgenstein (1889-1951).
Wittgenstein yakin bahwa segala teka-teki dan kekacauan filsafati akan dapat di
atasi oleh analisis bahasa. Wittgenstein mengatakan bahwa suatu pernyataan
dapat diajukan, pernyataan itupun seyogianya dapat dijawab, akan tetapi, kenyataanya, tidak semua pertanyaan yang
diajukan itu benar-benar bermakna. Agar tidak terperangkap ke dalam
persoalan-persoalan filsafati yang tidak berarti, yang bersumber dari pernyataan-pernyataan yang
tidak bermakna itu, harus di temukan peraturan-peraturan tentang permainan
bahasa (language game) yang digunakan lewat ungkapan bahasa sehari-hari.
Berbeda dengan Ayer, bagi Wittgenstein, hal yang penting bukanlah
mengatur bagaimana suatu ungkapan bahasa itu harus berarti/bermakna, tetapi
harus mendengar apa arti yang terkandung dalam suatu ungkapan bahasa itu. Untuk
mendengar apa arti yang terkandung dalam suatu ungkapan bahasa itu, kita harus
menganalisis bentuk-bentuk hidup (forms of life) hingga ke dasar
terdalam dari setiap permainan bahasa. Wittgenstein menegaskan bahwa arti
menentukan oleh bagaimana suatu kata digunakan dalam konteksnya. Lewat analisis
bahasa, seseorang akan dapat membuat jelas (clarify) arti bahasa
sebagaimana yang dimaksudkan oleh orang yang menggunakan bahasa itu.
Apabila disimak lebih dalam seluruh ajaran Wittgenstein, akan
terlihat dengan jelas bahwa filsafatnya tidak lain hanya menawarkan suatu
metode, yang sering disebut sebagai metode analisis bahasa. Metode itu
bersifat netral tanpa pengendalian filsafati, epistemologi, atau metafisik.
Analisis bahasa itu didasarkan semata-mata pada penelitian bahasa secara logis
tanpa mendeduksikan sesuatu sehingga pada prinsipnya hanya membuat jelas (clarify) apa yang dikatakan lewat suatu ungkapan
bahasa. Oleh karena itu metode analisis bahasa yang dikembangkan oleh Wittgenstein
disebut juga sebagai metode klarifikasi.
C.
Tokoh-Tokoh Filsafat Analitik dan Pemikirannya
1.
Gottlob
Frege
Para
filsof analitik berpendapat bahwa filsuf Jerman, Gottlob Frege (1848-1925),
adalah filosof terpenting setelah Immanuel Kant. Frege hendak merumuskan logika
yang rigorus sebagai metode berfilsafatnya. Dengan kata lain, filsafat
itu sendiri pada intinya adalah logika.
Dalam
hal ini, ia dipengaruhi fisafat analitik, filsafat logika, dan filsafat bahasa.
Frege berpendapat bahwa dasar yang kokoh bagi metematika dapat “diamankan”
melalui logika dan analisis yang ketat terhadap logika dasar kalimat. Cara itu
juga bisa menentukan tingkat kebenaran suatu pernyataan.
2.
Bertrand
Russel
Bertrand Russel (1872-1970) lahir dari keluarga bangsawan. Pada
umur 2 dan 4 tahun berturut-turut ia kehilangan ibu dan ayahnya. Ia di besarkan
di rumah orang tua ayahnya. Di Cambrige, ia belajar ilmu pasti dan filsafat,
antara lain pada A. Whitehead. Selama hidupnya ia menulis banyak sekali, 71
buku dan brosur tentang berbagai pokok antara lain filsafat, masalah-masalah
moral, pendidikan, sejarah, agama, dan politik.
Pemikiran
Bertrand Russel yaitu ia menggabungkan logika Frege tersebut dengan epirisme
yang sebelumnya telah dirumuskan oleh David Hume. Bertrand Russel, dunia
terdiri dari fakta-fakta atomis (atomic facts). Dalam konteks ini,
kalimat-kalimat barulah bisa disebut sebagai kalimat bermakna, jika kalimat
tersebut berkorespondensi langsung dengan fakta-fakta atomik. Ludwig
Wittgenstein (1889-1951). Dia sendiri mempengearuhi Lingkaran Wina dan membantu
membentuk aliran positivisme logis pada dekade 1920-30 an.
3.
Ludwig
Wittgenstein
Ludwig Wittgenstein di lahirkan di Wina pada tanggal 26 April 1889
sebagai anak bungsu dari delapan anak. Ayahnya berasal dari famili Yahudi yang
telah memeluk agama Kristen Protestan dan ibunya beragama Katolik. Ayahnya
seorang insinyur yang dalam jangka waktu sepuluh tahun berhasil menjadi
pemimpin suatu industri baja yang besar.
Pada tahun 1906 Ludwig Wittgenstein mulai belajar di suatu sekolah
Tinggi Teknik di Berlin. Setelah melakukan itu ia pindah ke Inggris dan
melakukan penyelidikan tentang aeronautical selama tiga tahun. Karena tertarik
pada buku principles of mathematics tulisan Bertnand Russell, ia mendapat
kemajuan pesat dalam studi tentang logika.
I.
Adapun
pemikiran filosofis Ludwig Wittgenstein yaitu:
a.
Periode
pertama: tractatus logicophilosophicus
Konsep Wittgenstein dalam buku tractatus terdiri atas
pernyataan-pernyataan yang secra logis memiliki hubungan. Pernyataan tersebut
di ungkap sebagai berikut:
Pertama: dunia itu tidak terbagi atas benda-benda melainkan terdiri
atas fakta-fakta, dan akhirnya terbagi menjadi suatu kumpulan fakta-fakta
atomis yng tertentu secara unik (khas).
Kedua: setiap proposisi itu pada akhirnya melarut diri, melalui
analisis, menjadi suatu fungsi kebenaran yang tertentu secara unik (khas) dari
sebuah proposisi elementer, yaitu setiap proposisi hanya mempunyai satu
analisis akhir.
Pernyataan-pernyataan tersebut secara rinci di perjelas lagi secara
logis dalam pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
1)
Dunia
itu adalah semua hal yang adalah demikian. (the world is all that is the
cese) dunia itu adalah keeluruhan dari fakta-fakta, bukan dari benda-benda.
b.
Periode
kedua: philosophicel investigations
Dari buku-buku yang diterbitkan sesudah meninggalnya philosophicel
investagions adalah satu-satunya karya yang di maksudkan Wittgenstein sendiri
untuk diterbitkan. Philosophicel investagions terdiri dari banyak pasal pendek
(sering kali tidak melebihi beberapa kalimat saja: seluruh bagian pertama di
bagi atas 693 nomor), yang hubungannya satu sama lain umumnya tidak begitu
erat. Untuk kita yang paling penting ialah pendapat baru tentang bahasa yang
dikemukakan disini, dengan itu ia mengkeritik pendapatnya dalam traktus.
Dalam philosophicel investagions ia menolak beberapa hal yang dulu
di andaikan begitu saja dalam teori pertama, yaitu (1) bahwa bahasa dipakai
hanya untuk satu tujuan saja, yakni menetapkan states of affairs (keadaan-keadaan
faktual). (2) bahwa kalimat-kalimat mendapat maknanya dengan satu cara saja,
yakni menggambarkan suatu keadaan factual, dan (3) bahwa setiap jenis bahasa
dapat dirumuskan dalam bahasa logika yang sempurna, biarpun pada pandangan
pertama barang kali sukar untuk dilihat.[7]
II.
Ruang
lingkup aliran filsafat
Sulit untuk menentukan corak pemikiran filsafat barat di abad ke-20
ini karena begitu luasnya permasalahan yang dibicarakan dalam dunia filsafat
tersebut.
Salah satu cara untuk mengetahui corak pemikiran filsafat barat ini
adalah dengan melihat periodisasi yang dibuat oleh para ahli filsafat. Secara
umum periodisasi pemikiran filsafat barat itu dapat dibedakan atau dikelompokan
menjadi berikut ini yaitu:
a.
Zaman
Yunani Kuno (abad 7-5 SM).
Pada masa ini filsafat lebih bercorak “kosmosentris”, artinya para
filsuf pada waktu itu mengarahkan perhatian mereka terhadap masalah-masalah
mereka yang berkaitan dengan asal mula terjadinya alam semesta.
Mereka berupaya mencari jawaban tentang prinsip pertama (arkhe)
dari alam semesta oleh karena itu mereka lebih dikenal dengan julukan
“filsuf-filsuf alam”. Tokoh yang termahsyur ialah: Thales, Anaximandros,
Anaximenes dan lain-lain.
b.
Zaman
Yunani Klasik (abad 5-2 SM).
Pada masa ini filsafat lebih bercorak “Antrophosentris” artinya
para filsuf dari periode ini menjadikan manusia sebagai objek pemikiran
filsafat mereka.
Mereka berupaya mencari jawaban tentang masalah etika dan juga
tentang hakekat manusia. Tokoh yang terkenal pada waktu itu antara lain ialah
Socrates, Plato, Aristoteles.
c.
Abad
Pertengahan (abad 2-14 SM).
Pada masa ini filsafat lebih bercorak “Theosentris” artinya para
filsafat dalam periode ini menjadika filsafat sebagai abdi agama atau filsafat
diarahkan pada masalah ketuhanan.
Suatu karya filsafat dinilai benar sejauh tidak menyimpang dari
ajaran agama (Kristen). Tokoh yang paling terkenal pada waktu itu ialah
Augustinus dan Thomas Aquinas.
d.
Zaman
Renaissance (abad 14-16 SM).
Pada masa ini para ahli filsafat berupaya melepaskan diri dari
dogma-dogma agama. Bagi mereka citra filsafat yang paling bergengsi adalah
zaman klasik Yunani kuno.
Oleh karena itu mereka mendambakan kelahiran kembali filsafat yang
bebas yang tidak terikat pada ajaran agama. Cita-cita ini terwujud dengan baik
karena ditunjang oleh factor penyebab sebagai berikut :
Pudarnya kewibaan dewan gereja pada masa itu karena dianggap terlalu
banyak mencampuri kegiatan-kegiatan ilmiah. Misalnya hukuman bakAr yang
dikenakan terhadap Bruno lantaran kegiatan ilmiahnya dianggap tidak sesuai
dengan ajaran agama.
Orang tidak lagi mempercayai nilai-nilai universal yang dianggap
terlalu abstrak. Orang-orang pada masa itu lebih mendambakan nilai-nilai
individual yang bersifat konkrit dan lebih banyak memberikan kesempatan untuk
menggunakan akal fikiran secar bebas.
e.
Abad
Modern (abad 16-19 SM).
Corak pemikiran filsafat pada masa ini kembali pada masalah
“Antrophosentris” serupa dengan zaman klasik Yunani namun lebih mengutamakan
kemampuan akal fikiran manusia.
Tokoh yang termahsyur pada masa ini antara lain: Descrates, Hume,
Immanuel Kant, Hegel dan August Comte.
f.
Abad
Kedua Puluh.
Meskipun sulit untuk menetukan corak pemikiran filsafat yang khas
pada masa ini namun banyak ahli filsafat yang menganggap filsafat yang bercorak
“Logosentris” lebih dominant daripada yang lain.
“Logosentris” artinya kebanyakan filsuf pada masa ini melihat
bahasa sebagai obyek terpenting pemikiran mereka.
Filsafat analitik adalah aliran filsafat yang muncul dari kelompok
filsuf yang menyebut dirinya lingkaran Wina. Filsafat analitik lingkaran Wina
itu berkembang dari Jerman hingga ke luar, yaitu Polandia dan Inggris.
Pandangan utamanya adalah penolakan terhadap metafisika. Bagi mereka,
metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi filsafat
analitik memang mirip dengan filsafat sains.
Di Inggris misalnya, gerakan filsafat analitik ini sangat dominan
dalam bidang bahasa. Kemunculannya merupakan reaksi keras terhadap pengikut
Hegel yang mengusung idealisme total. Dari pemikirannya, filsafat analitik
merupakan pengaruh dari rasionalisme Prancis, empirisisme Inggris dan
kritisisme Kant. Selain itu berkat empirisme John Locke pada abad 17 mengenai
empirisisme, yang merupakan penyatuan antara empirisisme Francis Bacon, Thomas
Hobbes dan rasionalisme Rene Descartes. Teori Locke adalah bahwa rasio selalu
dipengaruhi atau didahului oleh pengalaman. Setelah membentuk ilmu pengetahuan,
maka akal budi menjadi pasif. Pengaruh ini kemudian merambat ke dunia filsafat
Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Jerman dan wilayah Eropa lainnya.
Setelah era idealisme dunia Barat yang berpuncak pada Hegel, maka
George Edward Moore (1873-1958), seorang tokoh dari Universitas Cambridge
mengobarkan anti Hegelian. Bagi Moore, filsafat Hegel tidak memiliki dasar
logika, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akal sehat. Kemudian
pengaruhnya menggantikan Hegelian, yang sangat terkenal dengan Filsafat bahasa,
filsafat analitik atau analisis logik.
Tokoh yang mengembangkan filsafat ini adalah Bertrand Russell dan
Ludwig Wittgenstein. Mereka mengadakan analisis bahasa untuk memulihkan
penggunaan bahasa untuk memecahkan kesalahpahaman yang dilakukan oleh filsafat
terhadap logika bahasa. Hal inilah yang ditekankan oleh Charlesworth. Penekanan
lain oleh Wittgenstein adalah makna kata atau kalimat amat ditentukan oleh
penggunaan dalam bahasa, bukan oleh logika.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Arti filsafat secara etimologi yaitu kata filsafat dalam bahasa
Arab falsafah yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan istilah philosophy,
adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia
terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia
yang berarti kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
Kata filsafat digunakan pertama kali oleh
phytagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu jelas,
kemudian pengertian filsafat itu di perjelas seperti halnya yang benyak dipakai
sekarang ini oleh para kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399 SM).
Metode yang di gunakan oleh para filsuf analitik berbeda-beda satu
sama lain. Hampir setiap tokoh memiliki metode sendiri, di samping mereka
memang saling mempengaruhi. Sehingga nanti akan di bahas secara ringkas dua
metode tersebut dimana ada metode kontemporer yang memilki pengaruh yang cuup
besar, metode yang pertama ialah metode verifikasi atau metode konfirmasi
(verification or confirmation) dan yang kedua ialah klarifikasi
(clarification).
Pemikiran
Bertrand Russel yaitu ia menggabungkan logika Frege tersebut dengan epirisme
yang sebelumnya telah dirumuskan oleh David Hume. Bertrand Russel, dunia
terdiri dari fakta-fakta atomis (atomic facts). Dalam konteks ini,
kalimat-kalimat barulah bisa disebut sebagai kalimat bermakna, jika kalimat
tersebut berkorespondensi langsung dengan fakta-fakta atomik. Ludwig
Wittgenstein (1889-1951). Dia sendiri mempengearuhi Lingkaran Wina dan membantu
membentuk aliran positivisme logis pada dekade 1920-30 an.
Pada tahun 1906 Ludwig Wittgenstein mulai belajar di suatu sekolah
Tinggi Teknik di Berlin. Setelah melakukan itu ia pindah ke Inggris dan
melakukan penyelidikan tentang aeronautical selama tiga tahun. Karena tertarik
pada buku principles of mathematics tulisan Bertnand Russell, ia mendapat kemajuan
pesat dalam studi tentang logika.
Pada masa ini filsafat lebih bercorak “kosmosentris”, artinya para
filsuf pada waktu itu mengarahkan perhatian mereka terhadap masalah-masalah
mereka yang berkaitan dengan asal mula terjadinya alam semesta. Mereka berupaya
mencari jawaban tentang prinsip pertama (arkhe) dari alam semesta oleh karena
itu mereka lebih dikenal dengan julukan “filsuf-filsuf alam”. Tokoh yang
termahsyur ialah: Thales, Anaximandros, Anaximenes dan lain-lain.
Pada masa ini filsafat lebih bercorak “Antrophosentris” artinya
para filsuf dari periode ini menjadikan manusia sebagai objek pemikiran
filsafat mereka.
Mereka berupaya mencari jawaban tentang masalah etika dan juga
tentang hakekat manusia. Tokoh yang terkenal pada waktu itu antara lain ialah
Socrates, Plato, Aristoteles.
Filsafat analitik adalah aliran filsafat yang muncul dari kelompok
filsuf yang menyebut dirinya lingkaran Wina. Filsafat analitik lingkaran Wina
itu berkembang dari Jerman hingga ke luar, yaitu Polandia dan Inggris. Pandangan
utamanya adalah penolakan terhadap metafisika. Bagi mereka, metafisika tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi filsafat analitik memang mirip
dengan filsafat sains.
DAFTAR RUJUKAN
https://jaringskripsi.wordpress.com/2009/22/filsafat/analitik/di/akses/tanggal/29/
September/2017/Jam/08.30.
Raper. Jan Hendrik, Pengantar Filsafat, Yogyakarta:
KANISIUS, 1996
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan perkembangannya di Indonesia, Jakarta:
Bumi Aksara, 2008
Latif. Mukhtar, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP, 2014
[1] Jan Hendrik
Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: KANISIUS, 1996), hlm. 13
[2] Ibid, 121
[3] Surajiyo, Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.3
[4] Ibid. 121
[5] Mukhtar Latif,
Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP,
2014), hlm. 35-36
[6] Ibid. 122
[7]https://jaringskripsi.wordpress.com/2009/22/filsafat/analitik/di/akses/tanggal/29/September/2017/Jam/08.30.
0 Komentar untuk "FILSAFAT ANALITIK DAN METODE BERFIKIRNYA"