ca-app-pub-7044437663567666/2222590119

Click Here. Get Money

Ilmu Qiraat Al Qur'an



                                                                        BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Qiraat adalah suatu ilmu yang mempelajari pendapat dan macam qiraat dari para  imam- imam ahli qiraah yang benar sebagaimana yang telah di ajarkan Rasulullah saw. Namun tidak  banyak atau sangat jarang di temukan orang yang belajar dan mempelajari Ilmu Qiraat Al-qur’an ini. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, salah satunya karena Ilmu ini terbilang sulit  dan  rumit, banyak hal yang harus di ketahui oleh peminatnya, seperti hafal sebagian besar Al-qur’an dan pengetahuan bahasa arab yang luas  termasuk kunci untuk memehami Ilmu Qiraat Al-qur’an. Dan juga karena Ilmu ini tidak di terapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
        Namun manfaat mempelajari Ilmu Qiraat Al-qur’an ini, yaitu kita dapat mengetahui dan menerapkan bagaimana cara membaca Al-qur’an yang baik dan benar yang sesuai dengan yang di ajarkan oleh Rasulullah saw.
        Ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali,menjaga dan mengajarkan bagaimana Qiraat Al-qur’an yang baik dan benar yang sesuai dengan yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Para imam telahh mencurahkan segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah menjadikan Al-quran terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan masuknya unsure-unsur asing yang dapat merusak kemurnian Al-qur’an. Makalah sederhana ini akan memaparkan sedikit tentang Ilmu Qiraat Al-qur’an sebagai pengenalan Ilmu Qiraat Al-qur’an.


B.     Rumusan Masalah
Secara garis besar terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu;
1. apa pengertian Ilmu Qiraat Al-qur’an itu?
2. apa latar belakang dan sebab-sebab timbulnya perbedaan Qiraat Al-qur’an.itu?
3. apa saja macam-macam Qiraat Al-qur’an itu?                                                                            
C. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui tentang Ilmu Qiraat  Al-Quran.
2.      Untuk mengetahui tentang sejarah timbulnya qiraat Al-Quran.
3.      Untuk mengetahui tentang macam-macam qiraat Al-Quran.
               















                                                                      BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian qiraat
          Qiraat menurut bahasa di ambil dari jamak lafadz  ة قِرَاءَ    yang berarti beberapa bacaan dari masdar    قراءة  -  قراء -  يقراء   . Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi yaitu:
مذهب من مذاهب النطق في القراءن يذهب به امام من الائمة القراء مذهبا يخالف غيره في النطق بالقراءن الكريم وهي ثابتة باءسانيدها الى رسولالله صلى الله عليه و سلم

        “ Qiraat adalah suatu madzhab dari beberapa madzhab pelafalan al-quran yang di anut oleh salah seorang imam dari beberapa imam ahli qiroah dengan madzhab yang berbeda-beda dalam pelafalan al-quran yang tetap di sandarkan kepada rasulullah SAW.”[1]
القراءات: علم يعلم منه اتفاق الناقلين لكتاب الله تعالى واختلافهم في الحذف والإثبات والتحريك والتسكين والفصل وغير ذلك من هيئة النطق والإبدال وغيره من حيث السماع        
         “ Qiraat yaitu: suatu ilmu untuk mengetahui suatu cara pengucapan lafadz-lafadz Al-qur’an, baik yang di sepakati maupun di-ikhtilaf-kan oleh para ahli qiraat, seperti: hadzf (membuang huruf), itsbat (menetapkan huruf), tahrik (member harkat),  taskin (memberi tanda sukun),  fashl  (memisah lafadz), washl (memisah lafadz), ibdal (mengganti huruf atau lafadz tertentu), dan lain-lain yang diketahui oleh indera pendengaran.”[2]
           Dari pengertian di atas dapat di simpulkan Ilmu Qiraat Al-qur’an adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana cara membaca Al-qur’an yang baik dan benar perspektif para imam ahli qiraat yang sesuai dengan yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Baik dari segi tajwid, I’rab dan sebagainya.           
           Menurut istilah, kadang-kadang kata qira’ah di artikan dengan orang yang pandai ilmu qira’ah, yang menguasai bacaan-bacaan al-quran, sehingga dapat menceritakannya secara lisan atau hafalan. Tetapi kadang-kadang kata qurra’ itu di istilahkan kepada salah seorang imam ahli qira’ah yang terkenal memiliki cara bacaan tersendiri, seperti imam Hafs, Nafi, Al-kisai, dan lain-lain.
Qori’itu ada dua kategori:
a.       Al-qari’ al- mubtadi, yaitu ahli qira’ah tingkat dasar yang baru menguasai satu, dua cara membaca ayat-ayat al-quran.
b.      Al-qari’ al- muntahi, yaitu ahli qiroah tingkat akhir yang sudah mampu menguasai beberapa cara.[3]
2.      Latar  Belakang  Timbulnya Perbedaan  Qiraat  Al-qur’an
          Qiraat sebenarnya telah muncul semenjak zaman Rasulullah saw. Masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qiraat bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qiraat dimulai pada masa tabi’in, yaitu pada awal 2 H. Tatkala para qari’ sudah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mengemukakan qiraat gurunya daripada mengikuti qiraat imam-imam lainnya. Qiraat-qiraat tersebut diajarkan secara turun temurun dari guru ke guru, sehingga sampai kepada para imam qiraat, baik yang tujuh, sepuluh, atau yang empat belas.[4]
          Pada masa hidup Rasulullah saw. Perhatian umat terhadap kitab Al-qur’an itu, dengan mendengarkan, membaca, dan menghafalkannya secara lisan dari lisan ke lisan. Dari Nabi kepada para sahabat  yang satu kepada sahabat yang lain, dan dari seorang imam ahli bacaan yang satu kepada imam yang lain.
          Pada periode pertama ini Al-qur’an belum di bukukan, sehingga dasar pembacaan dan  pelajarannya adalah masih secara lisan (tanpa tulisan). Pedomannya adalah Nabi dan para sahabat dan orang-orang yang hafal Al-qur’an. Hal ini  berlangsung terus sampai pada masa sahabat, msasa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Umar r.a. atas inisiatif Umar bin khattab r.a.[5]
          Kebijakan Abu Bakar Ash-shiddiq yang tidak mau memusnahkan mushaf-mushaf lain selain yang di susun oleh para sahabat yang mempunyai andil besar dalam kemunculan qiraat yang beragam. yang perbedaannya hanya terletak dalam dua hal saja, yaitu kronologi surat dan sebagian bacaan yang merupakan penafsiran yang di tulis dengan lahjah tersendiri karena mushaf-mushaf itu merupakan catatan pribadi mereka masing-masing.
          Adanya mushaf-mushaf itu disertai dengan penyebaran para qari’ ke berbagai penjuru, pada gilirannya melahirkan sesuatu yang tidak diinginkan, yakni timbulnya qiraat yang semakin beragam. Lebih-lebih setelah terjadinya transformasi bahasa dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa bukan arabin sehingga perbedaan qiraat itu sudah pada kondisi sebagaimana yang disaksikan Hudzaifah Al-Yamamah dan yang kemudian dilaporkan pada ‘Usman.

          Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan r.a. mushaf Al-qur’an itu di salin dan di buat banyak, serta dikirim ke daerah-daerah islam yang pada waktu itu sudah menyebar luas guna  menjadi pedoman bacaan Al-qur’an pelajaran dan penghafalan Al-qur’an.  Di upayakan seperti itu karena pada waktu ada perselisihan  sesama kaum muslimin di daerah Azzerbeijan mengenai bacaan Al-qur’an. Sehingga hamper menyebabkan perang saudara sebab mereka berlainan dalam menerima cara bacaan Al-qur’an. Karena oleh Nabi di ajarkan  cara bacaan yang relevan dengan dialek mereka masing-masing, sedangkan mereka tidak faham apa tujuan Nabi yang begitu, lalu tiap-tiap suku atau golongan menganggap bacaan  suku atau golongan lain itu salah. Sehingga mengakibatkan perselisihan. Untuk memadamkan perselisihan ini maka Khalifah Usman menyalin Al-qur’an.
          Sesudah itu, banyak bermunculan para Qurra’ yang ahli dalam berbagai cara dalam membaca Al-qur’an. Mereka menjadi panutan di daerahnya masing-masing dan menjadi pedoman bacaan, dan cara-cara membaca Al-qur’an.   
          Di antara ulama’-ulama’ yang berjasa meneliti dan membersihkan qiraat dari berbagai penyimpangan adalah:
a.       Abu ‘Amr ‘Usman bin Sa’id bin ‘Usman bin Sa’id Ad-Dani(w. 444 H), dari Daniyyah, Andalusiaz, spanyol, dalam karyanya yang berjudul At-Tafsir.
b.      Abu Al-‘Abbas Ahmad bin ‘Imarah bin Abu Al-‘Abbas Al-Mahdawi (w. 430 H), dalam karyanya yang berjudul Al-Hidayah.
c.       Abu Al-Hasan Thahir bin Abu Thayyib bin Abi Ghalabun Al-Halabi (w. 399 H), seorang pendatang di Mesir, dalam karyanya yang berjudul Al-Tadzkirah.
d.      Abu Muhammad Makki bin Abi Thalib Al-Qairawani (w. 437 H), dalam karyanya yang berjudul At-Tabshirah.
e.       Abu Al-Qasim ‘Abdur Rahman bin bin Isma’il, terkenal dengan sebutan Abu syamah, dalam karyanya yang berjudul Al-Mursyid Al-Wajiz.
          Abu Syamah di pandang sebagai orang yang pertama kali berpendapat bahwa bacaan yang sesuai dengan bahasa arab walaupun hanya satu segi dan sesuai dengan mushaf imam (Mushaf ‘Usmani), serta shahih sanadnya, adalah bacaan yang benar, tidak boleh di tolak. Jika kurang salah satu dari syarat-syarat itu maka qiraat itu lemah atau syadz (aneh) atau batil.[6]
             Maka dapat di ambil kesimpulannya qiraat Al-qur’an ini sudah ada sejak Rasulullah saw. masih ada, kemudian berkembang hingga masa para sahabat dan pada para tabi’in dengan perbedaan-perbedaan Qiraat Al-qur’an. Hingga pada masa sekarang yang sudah dikelompokkanseperti Qiraah Sab’ah, dan Qiraah Asyrah
3.      Sebab-Sebab Perbedaan Qiraat Al-Qur’an
              Di antara sebab-sebab munculnya beberapa qiraat yang berbeda adalah sebagai berikut:
1.      Perbedaan Qiraat Nabi. Artinya dalam mengajarkan Al-qur’an kepada para sahabatnya, Nabi memakai beberapa versi qiraat. Misalnya, Nabi pernah membaca surat As-sajdah(32) ayat 17 sebagai berikut:
     
فلا تعلم نفس ما اخفي لهم من قرات اعين

Qiraat versi mushaf ‘usmani adalah:

                      فلا تعلم نفس ما اخفي لهم من قرة اعين

2.      Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai qiraat yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu. Hal ini menyangkut dialek antara mereka dalam mengucapkan kata-kata dalam Al-qur’an. Contohnya:
a.       Ketika seorang Hudzail membaca di hadapan Rasul atta hin (عتى حين), padahal ia menghendaki hatta hin (حتى حين), Rasul pun membolehkannya sebab memang begitulah orang Hudzail mengucapkan dan menggunakannya.
b.      Ketika orang Asadi membaca di hadapan Rasul tiswaddu wujuh (تسود وجوه), huruf “ta” pada kata “tiswaddu” dikasrahkan. Dan alam I’had ilaikum  (الم اعهد اليكم), huruf “hamzah”pada kata “I’had” (dikasrahkan), Rasul pun membolehkannya, sebab memang demikian orang Asadi menggunakan dan mengungkapkannya.
c.       Ketika seorang Tamim mengucapkan hamzah pada suatu kata yang tidak diucapkan orang Quraisy, Rasul pun membolehkannya, sebab memang demikianlah orang Tamim menggunakan dan mengucapkannya.
d.      Ketika seorang qari’ membaca wa idza qila lahum (واذا قيل لهم) dan ghidha Al-ma’u (غِيْضَ الْمَاءِ) dengan menggabungkan dhammah pada kasrah, Rasul pun membolehkannya, sebab memang demikianlah ia menggunakan dan mengucapkannya. 

3.      Adanya riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi qiraat yang ada.
4.      Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa Arab pada masa turunnya Al-qur’an.[7]         
4.      Macam-Macam Dan Syarat-Syarat Qiraah
1.Macam-Macam Qiraah
a.      Dari segi kuantitas
(a). Qiraah Sab’ah (Qiraah tujuh)
          Yaitu Qiraah imam-imam yang tujuh, Mereka itu adalah: Abdullah Ibnu katsir Ad-Dari (w.120.H.), nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Na’im(w.169 H.), Abdullah Al- yashibi, (w.118 H.), Abu Amar (w. 154 H.), Ya’qub (w. 205 H.), Hamzah (w. 188 H.), Ashim(w. 127 H.).
(b). Qiraah ‘Asyarah ( Qira’at sepuluh )
           Yang di maksud qiraah sepluh adalah Qiraah imam-imam yang tujuh yang telah disebutkan di atas ditambah dengan tiga qiraah, yaitu: Abu Ja’far, Ya’qub (117-205 H), Khalaf bin Hisyam (w. 229 H).[8]   
(c). Qiraah ‘Arbaat ‘Asyrah
            Yang di maksud Qiraah empat belas adalah Qiraah yang sepuluh yang telah disebutkan di atas ditambah dengan empat qiraah, yaitu: Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H), Yahya Al-Mubarak Al-Yazidi An-Nahwi Al-Baghdadi (w.202 H), Abu Al-Farj Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz (w. 388 H).[9]
b.       Dari segi Kualitas
              Berdasarkan penelitian Al-Jazari, berdasarkan kualitas, qiraah dapat dikelompokkan dalam tiga bagian:
(a). Qiraah Mutawatir
          Yakni yang disampaikan sekelompok mulai dari  awal sampai akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berbuat dusta. Umumnya, yang ada masuk ke dalam bagian ini.
                  (b). Qiraah Masyhur.
           Yakni yang memiliki sanad yang shahih, tetapi tidak sampai pada kualitas muutawatir sesuai dengan kaidah bahasa arab dan tulisan mushaf ‘Usmani, masyhuhr di kalangan Qurra’, dibaca  sebagaimana ketentuan yang telah di tetapkan oleh Al-Jazari, dan tidak termasuk qiraah yang keliru karna tidak menyimpang.
                                    (c).Qiraah Ahad
             Yakni yang memiliki sanad yang shahih, tetapi menyalahi tulisan mushaf ‘usmani dan kaidah bahasa arab, tidak memiliki kemasyhuran, dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan
             “Menurut Shohi Al-Kitab Al-Atqaan bahwasanya macam-macam Qiraah itu adalah Qiraah mutawatir, Qiraah masyhur, Qiraah ahad, Qiraah syadz, Qiraah maudhu’ dan Qiraah mudarraj. Dan Al-Qhadhii Jalaluddin Al-Bulqinii berpendapat bahwa qiraah itu terbagi pada qiraah mutawatir, qiraah ahad dan qiraah syadz. Dan ketiga qiraah ini sama dengan penjelasan tiga qiraah yang di atas. ”[10]
    
2. Syarat-Syarat diterimanya Qiraah.
             Dari beberapa definisi qiraah dapat diketahui bahwa syarat-syarat diterimanya qiraat Al-Quran itu ada tiga hal, sebagai berikut:
a.       Qiraah tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab.
b.      Sanad dari riwayat yang menceritakan qiraah-qiraah tersebut harus shahih.
c.       Bacaan dari qiraah tersebut harus cocok diterapkan kepada salah satu mushaf utsmani.
Karena itu qiraah Al-Quran yang shahih harus memenuhi ketiga syarat tadi, meski hanya diriwayatkan kurang dari tujuh orang maupun lebih dari empat belas orang. Jadi semua qiraah yang telah memenuhi tiga persyaratan tersebut, termasuk qiraah shahih yang tidak boleh ditolak dan tidak dapat diingkari, sebab, qiraah yang demikian itu bisa termasuk salah satu dari sab’atu ahrufin (tujuh macam bacaan diturunkannya Al-Quran).
Berdasarkan persyaratan tersebut maka setiap qiraah yang telah memenuhi tiga syarat di atas adalah termasuk qiraah yang dapat diterima, baik berasal dari qiraah sab’ah atau qiraah asyarah maupun qiraah arba’ata asyarah.
Tegasnya, pedoman diterimanya qiraah Al-Quran tergantung pada pemenuhan tiga persyaratan di atas, tidak tergantung dari qiraah, siapa ataupun dari qiraah beberapa orang dan sebagainya. Misalnya sanad-sanad qiraah yang lebih dari qiraah asyarah itu sanadnya shahih semua, tetapi berupa hadis-hadis ahad yang tidak mutawatir, sehingga bukan Al-Quran dan tidak dapat diterima, yang dapat diterima hanya yang sanadnya mutawatir saja.[11]
5.      Contoh-Contoh Qiraah Para Imam Ahli Qiraah.
a.       Imalah
Yaitu mencondongkan huruf alif pada huruf ya’ dan mencondongkan harakat fathah pada harakat kasrah, contoh:


                                      









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Ilmu Qiraat Al-qur’an adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana cara membaca Al-qur’an yang baik dan benar dari berbagai perspektif para imam ahli qiraat yang sesuai dengan yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Baik dari segi tajwid, I’rab dan sebagainya.
Qori’itu ada dua kategori:
c.       Al-qari’ al- mubtadi, yaitu ahli qira’ah tingkat dasar yang baru menguasai satu, dua cara membaca ayat-ayat al-quran.
d.      Al-qari’ al- muntahi, yaitu ahli qiroah tingkat akhir yang sudah mampu menguasai beberapa cara.                                         
           
Qiraat sebenarnya telah muncul semenjak zaman Rasulullah saw. Masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qiraat bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qiraat dimulai pada masa tabi’in, yaitu pada awal 2 H. Tatkala para qari’ sudah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mengemukakan qiraat gurunya daripada mengikuti qiraat imam-imam lainnya. Qiraat-qiraat tersebut diajarkan secara turun temurun dari guru ke guru, sehingga sampai kepada para imam qiraat, baik yang tujuh, sepuluh, atau yang empat belas.
Dari segi kuantitasnya Qiraah ini ada tiga, yaitu qiraah sab’ah, qiraah asyarah dan qiraah arba’ata asyarah.  Dan dari segi kualitasnya qiraah dapat dikelompokkan dalam lima bagian, yaitu Qiraah Mutawatir,
B.     Saran




DAFTAR PUSTAKA
Ash-shabuni.  At-tibyan fi Ulumil Qur’an, Kairo, Darus-shabuni, 2003.

AF, Hasanuddin. Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Al-qur’an, Jakarta, PTRajaGrafindo Persada, 1995.
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an, Surabaya, CV Dunia Ilmu, 2013.

Anwar, Rosihon. Ulum Al-Qur’an, Bandung, CV Pustaka Setia, 2010.
Ma’had sidogiri As-Salafi, At-Tahbir Fi Ilmi At-Tafsir, pasuruan, pustaka sidogiri, 1997.



[1] Ash-shabuni, At-tibyan fi Ulumil Qur’an, (Kairo: Darus-shabuni, 2003), hlm 212.
[2] Hasanuddin AF, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Al-qur’an, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 1995), hlm 112.
[3] Abdul djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: CV Dunia Ilmu, 2013), hlm 342.
[4]Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm 142.
[5] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: CV Dunia Ilmu, 2013),  hlm 342.
[6] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010),  hlm 143.
[7] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2010), hlm 148.
[8] Ma’had Sidogiri As-Salafi, At-Tahbir Fi Ilmi At-Tafsir, (Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 1997), hlm 10.
[9] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010),  hlm 151.
[10] Ash-shabuni, At-tibyan fi Ulumil Qur’an, (Kairo: Darus-shabuni, 2003), hlm 215.
[11]Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: CV Dunia Ilmu, 2013),  hlm 345.
0 Komentar untuk "Ilmu Qiraat Al Qur'an"

Easy Get Money

Entri Populer

Back To Top