ca-app-pub-7044437663567666/2222590119

Click Here. Get Money

Sejarah dan Perkembangan Agama Islam di Dunia



Hasil gambar untuk globe islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Dalam kehidupan ini begitu banyak kepercayaan-kepercayaan yang ada di dalam suatu kelompok atau suku, begitu juga pemahaman mereka tentang lingkungan di sekitarnya. Karena kepercayaan itu tidak hanya dilihat dari sisi hubungan kita dengan Tuhan tetapi juga dilihat dari hubungan kita dengan lingkungan. Dalam kehidupan ini ada beberapa kepercayaan diantaranya animisme, dinamisme, atehiesme, fanteisme, humanisme dan lain-lain.
            Ada beberpa agama atau kepercayaan di Dunia ini, tentu saja dalam pelaksanaannya pun pasti berbeda-beda juga. Ada sebagian Negara yang mayoritas penduduk negaranya menganut agama yang tidak populer seperti Jepang, sintha tetapi meskipun agamanya tidak populer bukan berarti peraturannya tidak bagus kembali pada penduduknya apabila penduduk itu patuh terhadap peraturan agama di Negaranya maka negara tersebut akan aman dan tentram, tapi apabila sebaliknya meskipun agamanya populer tetap penduduknya banyak yang tidak patuh terhadap peraturan agama tersebut, maka tidak bisa negara itu disebut negara yang aman dan tentram.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Agama-agama di Dunia?
2.      Bagaimana Perkembangan Sejarah di Amerika?
3.      Bagaimana Islam dan Kependudukan Jepang?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan Agama-agama di Dunia.
2.      Menjelaskan Perkembangan Sejarah di Amerika.
3.      Menjelaskan Islam dan Kependudukan Jepang.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Agama-Agama di Dunia
Di dunia ini, ada banyak sekali agama-agama. Mulai dari Islam, Kristen, Hindu, Buddha, hingga Konghuchu, Yahudi, Kejawen, dsb.
Menurut Wikipedia, agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, sejarah suci, dsb. yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup atau asal muasal kehidupan. Menurut perkiraan Kenneth Shouler pada tahun 2010 dalam buku “The Everything World’s Religions Book: Explore the Beliefs, Traditions and Cultures of Ancient and Modern Religions, di dunia ini ada +4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Émile Durkheim dalam bukunya, “The Elementary Forms of Religious Life” mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
a.       Pengelompokkan Agama berdasarkan Pemahaman Ketuhanan (Teologi)
Berdasarkan ketuhanannya, agama-agama di dunia dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
  • Monoteisme: agama yang mempercayai satu Tuhan saja. Contoh: Islam, Kristen, Yahudi, dsb.
  • Henoteisme: agama yang mempercayai keberadaan satu Tuhan tapi juga terhadap dewa-dewi. Contoh: Hindu, Tao, dsb.
  • Politeisme: agama yang mempercayai banyak dewa-dewi sebagai Tuhan. Contoh: Konghuchu, Shinto, dsb.
  • Non-teisme: agama yang mengakui keberadaan dewa-dewi dan roh-roh namun tidak menjadikannya sebagai Tuhan. Contoh: Buddha
  • Animisme: agama yang mempercayai bahwa setiap makhluk dan benda sekalipun memiliki jiwa/roh yang harus dihormati. Agama-agama animisme sering dicap sebagai agama primitif.
  • Dinamisme: agama yang memuja, menghormati, atau bahkan menyembah roh nenek moyang. Agama-agama dinamisme sering dicap sebagai agama primitif.
  • Agnostisisme: suatu pandangan filsafat bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa, dan lainnya yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas.
  • Sinkretisme: gabungan antara suatu agama dengan agama lain, yang terkadang tidak jelas pada prinsip ketuhanannya. Contoh: Tridharma/San Jiao, Cao Dai, dsb.
b.      Berdasarkan Kebudayaan (Kultural)
Agama-agama dunia: sebuah istilah yang mengacu pada yang transkultural, agama internasional. Contoh: Islam, Kristen, dsb.
Agama pribumi: yang mengacu pada yang lebih kecil, budaya-tertentu atau kelompok agama-negara tertentu. Contoh: Yahudi, Shinto, Kejawen, dsb.
Gerakan-gerakan keagamaan baru: yang mengacu pada agama baru ini dikembangkan. Umumnya merupakan sinkretisme dari agama-agama sebelumnya, baik agama dunia maupun pribumi. Contoh: Yiguandao (Tiongkok), Cao Dai (Vietnam), dsb.
c.       Agama-Agama Populer di Dunia

  • Kristen
            Kekristenan (Inggris: Christianity) atau yang biasa disebut dengan Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan monoteistik yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias yang diramalkan dalam Perjanjian Lama, juruselamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Pengikutnya beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab.
      Agama Kristen merupakan agama mayoritas pertama di dunia, dengan jumlah pengikut +2,2 milyar orang. Agama ini terbagi menjadi beberapa mazhab, yaitu Protestan, Katolik, dan Ortodoks. Kristen Protestan dipecah lagi menjadi beberapa denominasi, seperti Pentakosta-Kharismatik, Kalvinis, Lutheran, Baptist, Methodis, Anglikan, Adventis, dsb.


                                                               
Baca Juga:
Sejarah Peradaban Islam   
Metode Ummi 
Iman dan Ilmu Pengetahuan
  • Islam
      Islam adalah sebuah agama monoteistik yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Agama ini meyakini bahwa tiada Tuhan kecuali Allah (الله) dan juga meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul Allah terakhir.
      Kata “Islam” berasal dari bahasa Arab, Al-Islam (الإسلام), yang artinya adalah penyerahan. Maksud dari penyerahan di sini adalah sepenuhnya menyerahkan diri kepada Allah.
      Agama Islam merupakan agama mayoritas kedua di dunia setelah Kristen, dengan jumlah pengikut +1,6 miliar orang. Agama Islam terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu Sunni dan Syi’ah. Kelompok Sunni dibagi menjadi beberapa mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Tapi, biasanya kelompok Sunni bersifat non-denominasional, artinya tidak mengidentifikasikan dirinya ke dalam satu mazhab tertentu, seperti yang terjadi di Indonesia.
  • Hindu
      Agama Hindu (disebut pula Hinduisme) merupakan agama dominan di Asia Selatan terutama di India dan Nepal yang mengandung aneka ragam tradisi. Agama ini meliputi berbagai aliran di antaranya Saiwa, Waisnawa, dan Sakta serta suatu pandangan luas akan hukum dan aturan tentang “moralitas sehari-hari” yang berdasar pada karma, darma, dan norma kemasyarakatan. Agama Hindu cenderung seperti himpunan berbagai pandangan filosofis atau intelektual, daripada seperangkat keyakinan yang baku dan seragam.
      Agama Hindu disebut sebagai “agama tertua” di dunia yang masih bertahan hingga kini dan umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanātana-dharma artinya “darma abadi” atau “jalan abadi yang melampaui asal mula manusia. Agama ini menyediakan kewajiban “kekal” untuk diikuti oleh seluruh umatnya tanpa memandang strata, kasta, atau sekte seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri.
      Agama Hindu merupakan agama mayoritas ketiga di dunia, setelah Kristen dan Islam, dengan jumlah umat +828 juta – 1 miliar.
  • Buddha
      Agama Buddha atau Buddhisme adalah sebuah agama nonteistik yang berasal dari anak benua India yang meliputi beragam tradisi, kepercayaan, dan praktik spiritual yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal sebagai Sang Buddha (berarti “yang telah sadar”). Menurut tradisi Buddhis, Sang Buddha hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4 (Sebelum Era Umum) Dia dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri penderitaan mereka dengan melenyapkan ketidaktahuan/kebodohan/kegelapan batin (moha), keserakahan (lobha), dan kebencian/kemarahan (dosa). Berakhirnya atau padamnya moha, lobha, dan dosa disebut dengan Nibbana Untuk mencapai Nibbana seseorang melakukan perbuatan benar, tidak melakukan perbuatan salah, mempraktikkan meditasi untuk menjaga pikiran agar selalu pada kondisi yang baik atau murni dan mampu memahami fenomena batin dan jasmani.[1]
B.     Perkembangan sejarah Agama di Amerika.
Wach menegaskan bahwa tidak adacara atau metode yang dapat diwariskan dari satu generasi sarjana atau guru kepada generasi selanjutnya. Karena pendekatan yang digunakan akan senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dari tiap-tiap generasi serta kondisi yang berbeda-beda dari tiap-tiap negara. Dengan makin bertambahnya lembaga-lembaga pendidikan di Amerika yang menawarkan kajian ilmu sejarah agama-agama serta kajian lain yang terkait, akan bermanfaat bagi kita untuk merefleksi hakikat dan ruang lingkup disiplin tersebut, serta membahas beberapa diantara problem-problem relevan yang terkait dengan study dan pengajaran ilmu sejarah agama-agama atau religionswissenschaft di Amerika.
Memasuki paruh kedua abad ke 19 keterikatan terhadap agama-agama dunia semakin tersebar luas di Amerika. Para filsuf, teolog, sejarawan dan etnolog mulai terkagum-kagum dengan apa yang dinamakan pendekatan perbandingan. Tahun 1867 James Freeman Clarke diangkat menjadi ketua jurusan agama-agama alamiah dan ajaran kristen (natural religion and christian doctrine) di Harvard Divinity School. Pada tahun 1881 Princeton Theological Seminary membuka jurusan yang mengkaji hubungan antara filsafat dan sains dengan agama kristen, danpada tahun 1891 Cornel University mengangkat seorang profesor dalam sejarah dan filsafat agama serta etika kristen.
Tidak ragukan lagi penerimaan secara luas terhadap kajian ilmu perbandingan agama dan ilmu sejarah agama-agama di Universitas-universitas dan seminari-seminari di Amerika sejak pergantian abad ini terutama didorong oleh adanya liberalisme agama. Prof. George F. Thomas mengajukan adanya dua faktor yang menjadi alasan popularitas dalam bidang ini. Pertama ilmu sejarah agama-agama dianggap sebagai sebuah ilmu, dengan demikian dipandang netral dalam persoalan yang terjadi antara kristen dan agama lainnya. Kedua liberalisme keagamaan menekankan adanya hubungan berkelanjutan antara kristen dengan agama lainnya dan lebih mengutamakan pendekatan filosofis dari pada teologis terhadap persoalan agama.
Para filsuf, teologi dan ilmuan sosial yang dulunya begitu terpesona dengan pendekatan perbandingan terhadap agama mulai mempertanyakan kembali faliditas pendekatan itu. Tidak sedikit diantara mereka yang melangkah lebih jauh dengan mengingkari integritas religionswissenschaftatau ilmu sejarah agama sebagai sebuah disiplun akademis. Untuk menghindari resiko terlalu menyederhanakan masalah mari kita kutipkan empat kritikterhadap ilmu sejarah agama. Pertama beberapa ahli filsafat agama menganggap bahwa para sejarawan agama adalah ahli filsafat agama. Kedua terdapat orang-orang yang meyakini bahwa apa yang dinamakan pendekatan objektif dalam study agama tidaklah cukup objektif, karena hakikat dari objek kajiannya itu sendiri. Ketiga ada kelompok yang menganggap bahwa sejarah agama tidak cukup serius dalam menangani elemen-elemen subjektif yang tercakup dalam kajian terhadap berbagai agama. Keempat masih ada lagi yang meragukan kemungkinan pendekatan religio-scientivic dalam kajian tentang agama-agama dengan dasar bahwa setiap oeneliti, tak terhindarkan lagi, pastidikondisikan oleh latar belakang budaya dan keagamaannya sendiri.
Ada beberapa jenis sekolah tinggi Pra-sarjana di Amerika, sebagian milik swasta, sebagaian lagi disponsori oleh gereja atau berhubungan dengan gereja, dan yang lain milik pemerintah daerah atau milik negara. Banyak diantara sekolah tinggi ini yang tidak memberikan matakuliah agama, sementara yang lain ada yang memberikan kajian tentang Bibel, survey secara umum tentang agama-agama dunia, serta konsep etika dan filosofis tradisi Yudeo-Kristiani. Perbedaan antara sekolah milik swasta dan milik gereja tidak selalu jelas kelihatan. Menurut Wach sebagai prinsip yang sangat baik ia menyatakan bahwa pengajaran ilmu sejarah agama harus: 1. Integral 2. Kompeten. 3. Terkait dengan persoalan eksistensial. 4. Slektif. 5. Seimbang. 6. Legitimatif. 7.disesuaikan dengan tingkat pengajaran masing-masing. Sedangkan menurut Back saran yang bermanfaat dengan memberikan nilai penting dari: 1. Slektifitas 2. Penguasaan konteks. 3. Komprehensifitas 4. Keseimbangan perspektif.
Terma “Ilmu Sejarah Agama” mengandung banyak arti bagi banyak orang. bagi sebagian orang ilmu sejarah agama-agama adalah tour cook didunia agama-agama. dalam pengertian bahwa berbagai aspek agama dijumpai dan dipelajari dengan menggunakan metode perbandingan. Secara historis, perjumpaan antara orang-orang dari berbagai agama yang berbeda-beda lebih sering memunculkan konflik serius serta penaklukan suatu kelompok oleh kelompok yang lain, namun dalam kasus yang sama dapat juga memunculkan pemahaman dan penghormatan timbal balik diantara individu dari berbagai latar belakang keagamaan yang beragam. Kadangkala pengetahuan tentang agama lain atau kritik terhadap kehidupan seseorang menggiringnya untuk mempertanyakan keinginannya sendiri.[2]


C.    Islam dan kependudukan jepang
Selama tahun-tahun terakhir kekuasaan belanda, dan jeritan sosiopolitik terhadap tekanan pihak penjajah semakin keras dirasakan. Inilah salah satu sebab mengapa pemimpin-pemimpin umat menunjukkan simpati terhadap kedatangan pasukan jepang pada maret 1942. “sudah barang tentu penguasa putih mengetahui semua ini”, kata shahir pada 1936, “tetapi mereka punya kepercayaan buta sedemikian rupa terhadap bayonet mereka, penjara-penjara mereka, dan digul, hingga mereka tidak pernah memikirkan tentang perlunya mengambil suatu ‘kebijakan’ yang pasti dalam segi ini. Segera setelah berhasil invasinya, jepang mengubah situasi politik secara radikal, apapun motivasi yang melatar belakanginya. Perhatian kita adalah mengamati politik jepang terhadap ummat islam yang jauh berbeda dengan politik belanda.
Berlainan dengan politik netral yang dikembangkan penguasa belanda terhadap islam, penguasa jepang berusaha membujuk pemimpin-pemimpin umat agar bekerja sama dengan mereka. Jepang menyebut dirinya sebagai “saudara tua” rakyat Indonesia. Ditempuhnya politik semacam ini terutama bertujuan “untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam rangka menyokong tujuan-tujuan perang mereka yang cepat dan mendesak”. Maka dalam konteks sosiopolitik dan miniter inilah kita harus meneropong mengapa pihak fasis jepang membiarkan MIAI hidup buat sementara. Jepang memang benar-benar membutuhkan bantuan umat Islam.
Sebenarnya baik belanda maupun jepang memang sengaja mengeksploitasi ummat islam untuk kepentingan mereka masing-masing. Tetapi belanda sedikit sekali memberikan kesempatan untuk umat islam untuk bergerak dibidang politik. Ketakutan belanda akan pengaruh gerakan Pan-islam telah mengaburkan visi mereka tentang hubungan politik dan islam.”islam dan Kristen”, tulis Snouck Hugronje tentang ancaman diatas pada tahun 1911, “dapat bertenggang rasa antara satu sama lain dengan  cara baik dalam kehidupan rasional praktis, sepanjang gagasan Pan-islam disingkirkan kepinggir….” Jepang sebaliknya, sekali lagi apapun motifnya, telah membuka pintu lebar-lebar bagi umat islam untuk mengalami dan ikut serta dalam politik kepemerintahan dan latihan-latihan militer.
Pada bulan mendaratnya, jepang segera menciptakan Shumubu (kantor departemen agama) di ibukota. Pada bulan agustus 1944, dibuka pula cabang-cabangnya, yang dinamakan Shumuka, diseluruh kepulauan Indonesia. Shumubu lebih kurang seperti Office For Native Affairs (kantor urusan pribumi) pada masa colonial belanda, tetapi kemudian berkembang menjadi sebuah kantor yang mengurusi masalah-masalah yang dulunya berada dibawah wewenang departemen dalam negeri, departemen kehakiman dan departemen pendidikan dan upacara keagamaan umum (public workship). Shumubu mula-mula dikepalai oleh kolonil horie, seorang jepang, kemudian digantikan oleh Prof husen Djajadiningrat, dan selanjutnya oleh K.H Hasjim asj’ari, tokoh ulama’ terkenal dari jombang, jawa timur. Menurut Nouruzzaman, pengangkatan K.H Hasyim Asy’ari hanyalah sebagai symbol saja dalam rangka meminjam pengaruh wibawanya, sedangkan yang menjalankan adalah K.H.A. Wachid Hasyim, anaknya.
Keuntungan lain yang diperoleh umat islam pada masa pendudukan jepang yaitu dibentuknya pasukan hisbullah, semacam unit militer bagi pemuda islam, di akhir tahun 1944. Menurut K.H. Masjkur, hisbullah mula-mula berasal dari kalangan NU, tapi kemudian menjadi milik umat secara keseluruhan. Slah satu slogan yang sangat meresap dikalangan pemuda islam pada waktu itu adalah : Hidup mulia atau mati syahid. Pemuda islam mengibarkan slogan ini adalah dalam rangka memupuk semangat melawan tentara asing. Disamping pasukan hisbullah, semaca organisasi militer bagi ulama. Dalam prakteknya, menurut masjkur, sabilillah bertindak sebagai induk atau pengayom bagi hisbullah.
Dengan demikian, melalui Shumubu dan Shumuka, para pemimpin umat dari tingkat nasional sampai ketingkat bawah yang selama ini diabaikan dan dicurigai, sekarang diberi kesempatan memasukkan dirinya ke dalam jaringan pemerintahan yang tinggi sekalipun. Sejarawan Pakistan, M.A Aziz yang pernah terlibat dalam penelitian diindonesia tentang kolonialisme jepang berkesimpulan sebagai berikut:
“Tatanan hirarkis yang dipertahankan selama kekuasaan hindia belanda dikalangan administrator kini dipatahkan, pemisahan antara gereja dan Negara praktis berakhir, islam memperoleh suatu posisi istimewa dalam system politik, di dalamnya, bersebelahan dengan administrator sekuler, sebuah apparatus agama telah diciptakan. Jepang telah menampilkan suatu perubahan mendasar dalam metode pemerintahan tradisional dengan meningkatkan kekuasaan Islam.”
Bertambahnya peranan kekuasaan islam telah memberikan pengalaman baru dan mulai mekarnya rasa percaya diri pada dirisendiri di kalangan umat Islam dalam berurusan dengan adminitrasi pemerintahan. Disebelah itu melalui hisbullah dan sabilillah sebagai unit-unit militer, umat islam di bawah pengayoman pemimpin-pemimpinnya sendiri mulai belajar mempergunakan  senjata-senjata modern, sesuatu yang sama sekali tidak mungkin mereka alami pada masa penjajahan belanda. Sudah tentu perubahan-perubahan ini, sepanjang menyangkut motifasi jepang, adalah dalam rangka memenangkan jepang melawan sekutu sebagai realisasi dari apa yang disebut Nippon’s Islamic Grass-roots policy, sebagaimana benda telah dengan tepat menamakannya. Menurut Kasman Singodimejo, kebijaknaan ini ditempuh berdasarkan pertimbangan bahwa para ulama’ dan pemimpin Islam yang lain tidak saja dipandang jepang sebagai pemimpin formal, tetapi juga sebagai tokoh-tokoh masyarakat mayoritas islam yang sangat berpengaruh. Ditambahkan, pada saat para ulama’ menunjukkan sikap anti saikeirei (membungkuk kematahari terbit untuk menghormati tenno Heika) sebagai sesuatu yang bertentangan dengan iman, maka semakin sadarlah jepang betapa besarnya potensi jepang itu.
Kembali kepada sikap MIAI, sudah jelas bahwa federasi ini mengasosiasikan dirinya kepada kegiatan-kegiatan menentang pemerintah colonial. Karena itu, lantaran menyadari kecenderungan-kecenderungan anticolonial ini, Jepang membubarkan MIAI pada bulan oktober 1943, dan  membentuk federasi lain dengan nama Masyumi (Majlis Syura Muslimin Indonesia). Alasan pembubaran MIAI ialah karena dikhawatirkan bahwa MIAI akan membelokkan arah panahnya kejepang. Akan halnya Masyumi, karena “made in japan”, diharapkan akan mudah dikontrol. Seperti halnya MIAI, para pendukung utama Masyumi berasal dari Muhammadiyah dan NU.
Terhadap pernyataan, sampai beberapa jauh jepang berhasil mengeksploitasi Masyumi, tidak mudah jawabannya. Kesulitan ini terutama karena posisi para pemimpinnya pada masa pendudukan jepang benar-benar tidak pasti dan sulit. Jauh dari jelas bagaimana sebenarnya peranan mereka sebagai pemimpin. Keadaan ini tetap demikian sampai jepang menyerah.
Namun bagaimanapun keadaannnya yang jelas terciptanya semacam kerja sama antara pemimpin-pemimpin ummat dengan pihak jepang adalah dalam usaha mereka mempercepat tercapainya kemerdekaan. Dan sebgaimana telah dinyatakan dimuka, para pemimpin ummat mendapatkan pengalaman kaya dan baru, termasuk didalamnya latihan adminitrasi dan latihan militer selama periode pendudukan, sekalipun suasana kehidupan rakyat Indonesia umumnya sangat memprihatinkan yaitu kemiskinan dan kesengsaraan yang amat sangat, semata-mata karena memenuhi ambisi jepang yang imperialistic itu. Ungtunglah ambisi perang jepang ini cepat terpatahkan, bukan oleh kekuatan bangsa Indonesia tapi oleh “amarah” Tuhan lewat tangan sekutu.[3]












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Kesimpulan yang kami dapatkan dari makalah ini bahwa agama itu adalah peraturan yang mengatur penganutnya itu sendiri dan semua agama berbeda-beda aturannya. Perbedaan agama bukan berarti saling bermusuhan melainkan kita harus saling toleransi apabila agama-agama tersebut tidak mengganggu agama yang lain
            Dan di berbagai dunia ini terdapat juga beberapa agama yang di anut bahkan satu negara pun bisa menganut lebih dari satu agama. Tapi ada beberpa yang populer di dunia yaitu seperti Islam, Buddha, Hindu, dan Kristen
B.     Kritik & Saran
            Kami menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang kami miliki, maka kami mengharap atas kritikan dan saran para pakar dibidang menulis lebih-lebih terhadap Bapak Moh. Elman, M.Pd.I Selaku pemegang atau yang diberikan tugas makalah ini atas partisipasinya. Itu semua demi untuk mengembangkan kemampuan yang ada pada diri kami yang selama ini terpendam. Dan menjadi bahan acuan agar kami bisa memperbaikinya dikemudian hari atau esok hari.














DAFTAR RUJUKAN
Abdullah. Amin, Metodologi Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2009.
(https://danudanudanu48.wordpress.com/2017/01/30/agama-agama-di-dunia/)
Syafii Maarif. Ahmad, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996




[1] (https://danudanudanu48.wordpress.com/2017/01/30/agama-agama-di-dunia/)
[2] Dr. M. Amin Abdullah, Metodologi Studi Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2009), hlm. 108-113
[3] Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996), hal. 40-52
Tag : Makalah
0 Komentar untuk "Sejarah dan Perkembangan Agama Islam di Dunia"

Easy Get Money

Entri Populer

Back To Top