BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
kehidupan ini begitu banyak kepercayaan-kepercayaan yang ada di dalam suatu
kelompok atau suku, begitu juga pemahaman mereka tentang lingkungan di
sekitarnya. Karena
kepercayaan itu tidak hanya dilihat dari sisi hubungan kita dengan Tuhan tetapi
juga dilihat dari hubungan kita dengan lingkungan. Dalam kehidupan ini ada
beberapa kepercayaan diantaranya animisme, dinamisme, atehiesme, fanteisme,
humanisme dan lain-lain.
Ada beberpa agama atau kepercayaan di Dunia ini, tentu saja dalam
pelaksanaannya pun pasti berbeda-beda juga. Ada sebagian Negara yang mayoritas penduduk negaranya
menganut agama yang tidak populer seperti Jepang, sintha tetapi meskipun
agamanya tidak populer bukan berarti peraturannya tidak bagus kembali pada
penduduknya apabila penduduk itu patuh terhadap peraturan agama di Negaranya
maka negara tersebut akan aman dan tentram, tapi apabila sebaliknya meskipun
agamanya populer tetap penduduknya banyak yang tidak patuh terhadap peraturan
agama tersebut, maka tidak bisa negara itu disebut negara yang aman dan
tentram.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Agama-agama di Dunia?
2.
Bagaimana Perkembangan Sejarah di Amerika?
3.
Bagaimana Islam dan Kependudukan Jepang?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan Agama-agama di Dunia.
2.
Menjelaskan Perkembangan Sejarah di Amerika.
3.
Menjelaskan Islam dan Kependudukan Jepang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Agama-Agama di Dunia
Di
dunia ini, ada banyak sekali agama-agama. Mulai dari Islam, Kristen, Hindu,
Buddha, hingga Konghuchu, Yahudi, Kejawen, dsb.
Menurut
Wikipedia, agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem
budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah
dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, sejarah suci, dsb. yang
dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup atau asal muasal kehidupan. Menurut
perkiraan Kenneth Shouler pada tahun 2010 dalam buku “The Everything World’s
Religions Book: Explore the Beliefs, Traditions and Cultures of Ancient and
Modern Religions”, di dunia ini ada +4.200 agama di dunia.
Banyak
agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang
apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab
suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau
pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi,
jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari,
masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin
mengandung mitologi.
Émile
Durkheim dalam bukunya, “The Elementary Forms of Religious Life” mengatakan
bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan
praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
a. Pengelompokkan Agama berdasarkan Pemahaman
Ketuhanan (Teologi)
Berdasarkan
ketuhanannya, agama-agama di dunia dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok,
yaitu:
- Monoteisme: agama yang mempercayai satu Tuhan saja. Contoh: Islam, Kristen, Yahudi, dsb.
- Henoteisme: agama yang mempercayai keberadaan satu Tuhan tapi juga terhadap dewa-dewi. Contoh: Hindu, Tao, dsb.
- Politeisme: agama yang mempercayai banyak dewa-dewi sebagai Tuhan. Contoh: Konghuchu, Shinto, dsb.
- Non-teisme: agama yang mengakui keberadaan dewa-dewi dan roh-roh namun tidak menjadikannya sebagai Tuhan. Contoh: Buddha
- Animisme: agama yang mempercayai bahwa setiap makhluk dan benda sekalipun memiliki jiwa/roh yang harus dihormati. Agama-agama animisme sering dicap sebagai agama primitif.
- Dinamisme: agama yang memuja, menghormati, atau bahkan menyembah roh nenek moyang. Agama-agama dinamisme sering dicap sebagai agama primitif.
- Agnostisisme: suatu pandangan filsafat bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa, dan lainnya yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas.
- Sinkretisme: gabungan antara suatu agama dengan agama lain, yang terkadang tidak jelas pada prinsip ketuhanannya. Contoh: Tridharma/San Jiao, Cao Dai, dsb.
b. Berdasarkan Kebudayaan (Kultural)
Agama-agama
dunia: sebuah istilah yang mengacu pada yang transkultural, agama
internasional. Contoh: Islam, Kristen, dsb.
Agama
pribumi: yang mengacu pada yang lebih kecil, budaya-tertentu atau kelompok
agama-negara tertentu. Contoh: Yahudi, Shinto, Kejawen, dsb.
Gerakan-gerakan
keagamaan baru: yang mengacu pada agama baru ini dikembangkan. Umumnya
merupakan sinkretisme dari agama-agama sebelumnya, baik agama dunia maupun
pribumi. Contoh: Yiguandao (Tiongkok), Cao Dai (Vietnam), dsb.
c. Agama-Agama Populer di Dunia
- Kristen
Kekristenan
(Inggris: Christianity) atau yang biasa disebut dengan Agama Kristen adalah
sebuah kepercayaan monoteistik yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara,
wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Agama ini
meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias yang diramalkan dalam Perjanjian
Lama, juruselamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa.
Pengikutnya beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab.
Agama Kristen
merupakan agama mayoritas pertama di dunia, dengan jumlah pengikut +2,2 milyar
orang. Agama ini terbagi menjadi beberapa mazhab, yaitu Protestan, Katolik, dan
Ortodoks. Kristen Protestan dipecah lagi menjadi beberapa denominasi, seperti
Pentakosta-Kharismatik, Kalvinis, Lutheran, Baptist, Methodis, Anglikan,
Adventis, dsb.
Baca Juga:
Sejarah Peradaban Islam
Metode Ummi
Iman dan Ilmu Pengetahuan
Baca Juga:
Sejarah Peradaban Islam
Metode Ummi
Iman dan Ilmu Pengetahuan
- Islam
Islam adalah sebuah
agama monoteistik yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad
SAW. Agama ini meyakini bahwa tiada Tuhan kecuali Allah (الله) dan juga meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW
adalah rasul Allah terakhir.
Kata “Islam” berasal dari bahasa
Arab, Al-Islam (الإسلام), yang artinya adalah penyerahan. Maksud dari
penyerahan di sini adalah sepenuhnya menyerahkan diri kepada Allah.
Agama Islam
merupakan agama mayoritas kedua di dunia setelah Kristen, dengan jumlah
pengikut +1,6 miliar orang. Agama Islam terbagi menjadi dua kelompok utama,
yaitu Sunni dan Syi’ah. Kelompok Sunni dibagi menjadi beberapa mazhab, yaitu
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Tapi, biasanya kelompok Sunni bersifat
non-denominasional, artinya tidak mengidentifikasikan dirinya ke dalam satu
mazhab tertentu, seperti yang terjadi di Indonesia.
- Hindu
Agama Hindu (disebut
pula Hinduisme) merupakan agama dominan di Asia Selatan terutama di India dan Nepal yang mengandung aneka ragam tradisi. Agama ini meliputi berbagai
aliran di antaranya Saiwa, Waisnawa, dan Sakta serta suatu pandangan luas akan hukum dan aturan tentang “moralitas
sehari-hari” yang berdasar pada karma, darma, dan norma kemasyarakatan. Agama
Hindu cenderung seperti himpunan berbagai pandangan filosofis atau intelektual,
daripada seperangkat keyakinan yang baku dan seragam.
Agama Hindu disebut sebagai
“agama tertua” di dunia yang masih bertahan hingga kini dan umat Hindu menyebut
agamanya sendiri sebagai Sanātana-dharma artinya “darma abadi” atau “jalan
abadi yang melampaui asal mula manusia. Agama ini menyediakan kewajiban “kekal”
untuk diikuti oleh seluruh umatnya tanpa memandang strata, kasta, atau sekte
seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri.
Agama Hindu
merupakan agama mayoritas ketiga di dunia, setelah Kristen dan Islam, dengan
jumlah umat +828 juta – 1 miliar.
- Buddha
Agama Buddha atau Buddhisme
adalah sebuah agama nonteistik yang berasal dari anak benua India yang meliputi
beragam tradisi, kepercayaan, dan praktik spiritual yang sebagian besar
berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara
umum dikenal sebagai Sang Buddha (berarti “yang telah sadar”). Menurut tradisi
Buddhis, Sang Buddha hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam
beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4 (Sebelum Era Umum) Dia dikenal oleh
para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan yang
membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri penderitaan
mereka dengan melenyapkan ketidaktahuan/kebodohan/kegelapan batin (moha),
keserakahan (lobha), dan kebencian/kemarahan (dosa). Berakhirnya atau padamnya
moha, lobha, dan dosa disebut dengan Nibbana Untuk mencapai Nibbana seseorang
melakukan perbuatan benar, tidak melakukan perbuatan salah, mempraktikkan
meditasi untuk menjaga pikiran agar selalu pada kondisi yang baik atau murni
dan mampu memahami fenomena batin dan jasmani.[1]
B.
Perkembangan sejarah Agama di Amerika.
Wach menegaskan bahwa tidak adacara atau
metode yang dapat diwariskan dari satu generasi sarjana atau guru kepada
generasi selanjutnya. Karena pendekatan yang digunakan akan senantiasa
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dari tiap-tiap generasi serta
kondisi yang berbeda-beda dari tiap-tiap negara. Dengan makin bertambahnya
lembaga-lembaga pendidikan di Amerika yang menawarkan kajian ilmu sejarah
agama-agama serta kajian lain yang terkait, akan bermanfaat bagi kita untuk
merefleksi hakikat dan ruang lingkup disiplin tersebut, serta membahas beberapa
diantara problem-problem relevan yang terkait dengan study dan pengajaran ilmu
sejarah agama-agama atau religionswissenschaft di Amerika.
Memasuki paruh kedua abad ke 19 keterikatan
terhadap agama-agama dunia semakin tersebar luas di Amerika. Para filsuf,
teolog, sejarawan dan etnolog mulai terkagum-kagum dengan apa yang dinamakan
pendekatan perbandingan. Tahun 1867 James Freeman Clarke diangkat menjadi ketua
jurusan agama-agama alamiah dan ajaran kristen (natural religion and christian
doctrine) di Harvard Divinity School. Pada tahun 1881 Princeton Theological
Seminary membuka jurusan yang mengkaji hubungan antara filsafat dan sains
dengan agama kristen, danpada tahun 1891 Cornel University mengangkat seorang
profesor dalam sejarah dan filsafat agama serta etika kristen.
Tidak ragukan lagi penerimaan secara luas
terhadap kajian ilmu perbandingan agama dan ilmu sejarah agama-agama di
Universitas-universitas dan seminari-seminari di Amerika sejak pergantian abad
ini terutama didorong oleh adanya liberalisme agama. Prof. George F. Thomas
mengajukan adanya dua faktor yang menjadi alasan popularitas dalam bidang ini. Pertama
ilmu sejarah agama-agama dianggap sebagai sebuah ilmu, dengan demikian
dipandang netral dalam persoalan yang terjadi antara kristen dan agama lainnya.
Kedua liberalisme keagamaan menekankan adanya hubungan berkelanjutan
antara kristen dengan agama lainnya dan lebih mengutamakan pendekatan filosofis
dari pada teologis terhadap persoalan agama.
Para filsuf, teologi dan ilmuan sosial yang
dulunya begitu terpesona dengan pendekatan perbandingan terhadap agama mulai
mempertanyakan kembali faliditas pendekatan itu. Tidak sedikit diantara mereka
yang melangkah lebih jauh dengan mengingkari integritas religionswissenschaftatau
ilmu sejarah agama sebagai sebuah disiplun akademis. Untuk menghindari resiko
terlalu menyederhanakan masalah mari kita kutipkan empat kritikterhadap ilmu
sejarah agama. Pertama beberapa ahli filsafat agama menganggap bahwa
para sejarawan agama adalah ahli filsafat agama. Kedua terdapat
orang-orang yang meyakini bahwa apa yang dinamakan pendekatan objektif dalam
study agama tidaklah cukup objektif, karena hakikat dari objek kajiannya itu
sendiri. Ketiga ada kelompok yang menganggap bahwa sejarah agama tidak
cukup serius dalam menangani elemen-elemen subjektif yang tercakup dalam kajian
terhadap berbagai agama. Keempat masih ada lagi yang meragukan
kemungkinan pendekatan religio-scientivic dalam kajian tentang
agama-agama dengan dasar bahwa setiap oeneliti, tak terhindarkan lagi, pastidikondisikan
oleh latar belakang budaya dan keagamaannya sendiri.
Ada beberapa jenis sekolah tinggi Pra-sarjana
di Amerika, sebagian milik swasta, sebagaian lagi disponsori oleh gereja atau
berhubungan dengan gereja, dan yang lain milik pemerintah daerah atau milik
negara. Banyak diantara sekolah tinggi ini yang tidak memberikan matakuliah
agama, sementara yang lain ada yang memberikan kajian tentang Bibel, survey
secara umum tentang agama-agama dunia, serta konsep etika dan filosofis tradisi
Yudeo-Kristiani. Perbedaan antara sekolah milik swasta dan milik gereja tidak
selalu jelas kelihatan. Menurut Wach sebagai prinsip yang sangat baik ia
menyatakan bahwa pengajaran ilmu sejarah agama harus: 1. Integral 2. Kompeten.
3. Terkait dengan persoalan eksistensial. 4. Slektif. 5. Seimbang. 6.
Legitimatif. 7.disesuaikan dengan tingkat pengajaran masing-masing. Sedangkan
menurut Back saran yang bermanfaat dengan memberikan nilai penting dari: 1.
Slektifitas 2. Penguasaan konteks. 3. Komprehensifitas 4. Keseimbangan
perspektif.
Terma “Ilmu Sejarah Agama” mengandung banyak
arti bagi banyak orang. bagi sebagian orang ilmu sejarah agama-agama adalah
tour cook didunia agama-agama. dalam pengertian bahwa berbagai aspek agama
dijumpai dan dipelajari dengan menggunakan metode perbandingan. Secara
historis, perjumpaan antara orang-orang dari berbagai agama yang berbeda-beda
lebih sering memunculkan konflik serius serta penaklukan suatu kelompok oleh
kelompok yang lain, namun dalam kasus yang sama dapat juga memunculkan
pemahaman dan penghormatan timbal balik diantara individu dari berbagai latar
belakang keagamaan yang beragam. Kadangkala pengetahuan tentang agama lain atau
kritik terhadap kehidupan seseorang menggiringnya untuk mempertanyakan
keinginannya sendiri.[2]
C.
Islam dan kependudukan jepang
Selama tahun-tahun terakhir
kekuasaan belanda, dan jeritan sosiopolitik terhadap tekanan pihak penjajah
semakin keras dirasakan. Inilah salah satu sebab mengapa pemimpin-pemimpin umat
menunjukkan simpati terhadap kedatangan pasukan jepang pada maret 1942. “sudah
barang tentu penguasa putih mengetahui semua ini”, kata shahir pada 1936,
“tetapi mereka punya kepercayaan buta sedemikian rupa terhadap bayonet mereka,
penjara-penjara mereka, dan digul, hingga mereka tidak pernah memikirkan
tentang perlunya mengambil suatu ‘kebijakan’ yang pasti dalam segi ini. Segera
setelah berhasil invasinya, jepang mengubah situasi politik secara radikal,
apapun motivasi yang melatar belakanginya. Perhatian kita adalah mengamati
politik jepang terhadap ummat islam yang jauh berbeda dengan politik belanda.
Berlainan dengan politik netral yang
dikembangkan penguasa belanda terhadap islam, penguasa jepang berusaha membujuk
pemimpin-pemimpin umat agar bekerja sama dengan mereka. Jepang menyebut dirinya
sebagai “saudara tua” rakyat Indonesia. Ditempuhnya politik semacam ini
terutama bertujuan “untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam rangka menyokong
tujuan-tujuan perang mereka yang cepat dan mendesak”. Maka dalam konteks
sosiopolitik dan miniter inilah kita harus meneropong mengapa pihak fasis
jepang membiarkan MIAI hidup buat sementara. Jepang memang benar-benar
membutuhkan bantuan umat Islam.
Sebenarnya baik belanda maupun jepang memang sengaja
mengeksploitasi ummat islam untuk kepentingan mereka masing-masing. Tetapi
belanda sedikit sekali memberikan kesempatan untuk umat islam untuk bergerak
dibidang politik. Ketakutan belanda akan pengaruh gerakan Pan-islam telah
mengaburkan visi mereka tentang hubungan politik dan islam.”islam dan Kristen”,
tulis Snouck Hugronje tentang ancaman diatas pada tahun 1911, “dapat
bertenggang rasa antara satu sama lain dengan
cara baik dalam kehidupan rasional praktis, sepanjang gagasan Pan-islam
disingkirkan kepinggir….” Jepang sebaliknya, sekali lagi apapun motifnya, telah
membuka pintu lebar-lebar bagi umat islam untuk mengalami dan ikut serta dalam
politik kepemerintahan dan latihan-latihan militer.
Pada bulan mendaratnya, jepang
segera menciptakan Shumubu (kantor departemen agama) di ibukota. Pada bulan
agustus 1944, dibuka pula cabang-cabangnya, yang dinamakan Shumuka, diseluruh
kepulauan Indonesia. Shumubu lebih kurang seperti Office For Native Affairs
(kantor urusan pribumi) pada masa colonial belanda, tetapi kemudian berkembang
menjadi sebuah kantor yang mengurusi masalah-masalah yang dulunya berada
dibawah wewenang departemen dalam negeri, departemen kehakiman dan departemen
pendidikan dan upacara keagamaan umum (public workship). Shumubu mula-mula
dikepalai oleh kolonil horie, seorang jepang, kemudian digantikan oleh Prof
husen Djajadiningrat, dan selanjutnya oleh K.H Hasjim asj’ari, tokoh ulama’
terkenal dari jombang, jawa timur. Menurut Nouruzzaman, pengangkatan K.H Hasyim
Asy’ari
hanyalah sebagai symbol saja dalam rangka meminjam pengaruh wibawanya,
sedangkan yang menjalankan adalah K.H.A. Wachid Hasyim,
anaknya.
Keuntungan lain yang diperoleh umat
islam pada masa pendudukan jepang yaitu dibentuknya pasukan hisbullah, semacam
unit militer bagi pemuda islam, di akhir tahun 1944. Menurut K.H. Masjkur,
hisbullah mula-mula berasal dari kalangan NU, tapi kemudian menjadi milik umat
secara keseluruhan. Slah satu slogan yang sangat meresap dikalangan pemuda
islam pada waktu itu adalah : Hidup mulia atau mati syahid. Pemuda islam
mengibarkan slogan ini adalah dalam rangka memupuk semangat melawan tentara
asing. Disamping pasukan hisbullah, semaca organisasi militer bagi ulama. Dalam
prakteknya, menurut masjkur, sabilillah bertindak sebagai induk atau pengayom
bagi hisbullah.
Dengan demikian, melalui Shumubu dan
Shumuka, para pemimpin umat dari tingkat nasional sampai ketingkat bawah yang
selama ini diabaikan dan dicurigai, sekarang diberi kesempatan memasukkan
dirinya ke dalam jaringan pemerintahan yang tinggi sekalipun. Sejarawan
Pakistan, M.A Aziz yang pernah terlibat dalam penelitian diindonesia tentang
kolonialisme jepang berkesimpulan sebagai berikut:
“Tatanan hirarkis yang dipertahankan
selama kekuasaan hindia belanda dikalangan administrator kini dipatahkan,
pemisahan antara gereja dan Negara praktis berakhir, islam memperoleh suatu
posisi istimewa dalam system politik, di dalamnya, bersebelahan dengan
administrator sekuler, sebuah apparatus agama telah diciptakan. Jepang telah
menampilkan suatu perubahan mendasar dalam metode pemerintahan tradisional
dengan meningkatkan kekuasaan Islam.”
Bertambahnya peranan kekuasaan islam
telah memberikan pengalaman baru dan mulai mekarnya rasa percaya diri pada
dirisendiri di kalangan umat Islam dalam
berurusan dengan adminitrasi pemerintahan. Disebelah itu melalui hisbullah dan
sabilillah sebagai unit-unit militer, umat islam di bawah pengayoman
pemimpin-pemimpinnya sendiri mulai belajar mempergunakan senjata-senjata modern, sesuatu yang sama
sekali tidak mungkin mereka alami pada masa penjajahan belanda. Sudah tentu
perubahan-perubahan ini, sepanjang menyangkut motifasi jepang, adalah dalam
rangka memenangkan jepang melawan sekutu sebagai realisasi dari apa yang
disebut Nippon’s Islamic Grass-roots policy, sebagaimana
benda telah dengan tepat menamakannya. Menurut Kasman Singodimejo, kebijaknaan
ini ditempuh berdasarkan pertimbangan bahwa para ulama’ dan pemimpin Islam
yang lain tidak saja dipandang jepang sebagai pemimpin formal, tetapi juga
sebagai tokoh-tokoh masyarakat mayoritas islam yang sangat berpengaruh.
Ditambahkan, pada saat para ulama’ menunjukkan sikap anti saikeirei
(membungkuk kematahari terbit untuk menghormati tenno Heika) sebagai sesuatu
yang bertentangan dengan iman, maka semakin sadarlah jepang betapa besarnya
potensi jepang itu.
Kembali kepada sikap MIAI, sudah
jelas bahwa federasi ini mengasosiasikan dirinya kepada kegiatan-kegiatan
menentang pemerintah colonial. Karena itu, lantaran menyadari
kecenderungan-kecenderungan anticolonial ini, Jepang
membubarkan MIAI pada bulan oktober 1943, dan
membentuk federasi lain dengan nama Masyumi (Majlis Syura Muslimin
Indonesia). Alasan pembubaran MIAI ialah karena dikhawatirkan bahwa MIAI akan
membelokkan arah panahnya kejepang. Akan halnya Masyumi, karena “made in
japan”, diharapkan akan mudah dikontrol. Seperti halnya MIAI, para pendukung
utama Masyumi berasal dari Muhammadiyah dan NU.
Terhadap pernyataan, sampai beberapa
jauh jepang berhasil mengeksploitasi Masyumi, tidak mudah jawabannya. Kesulitan
ini terutama karena posisi para pemimpinnya pada masa pendudukan jepang
benar-benar tidak pasti dan sulit. Jauh dari jelas bagaimana sebenarnya peranan
mereka sebagai pemimpin. Keadaan ini tetap demikian sampai jepang menyerah.
Namun bagaimanapun keadaannnya yang jelas terciptanya semacam kerja
sama antara pemimpin-pemimpin ummat dengan pihak jepang adalah dalam usaha
mereka mempercepat tercapainya kemerdekaan. Dan sebgaimana telah dinyatakan
dimuka, para pemimpin ummat mendapatkan pengalaman kaya dan baru, termasuk
didalamnya latihan adminitrasi dan latihan militer selama periode pendudukan,
sekalipun suasana kehidupan rakyat Indonesia umumnya sangat memprihatinkan
yaitu kemiskinan dan kesengsaraan yang amat sangat, semata-mata karena memenuhi
ambisi jepang yang imperialistic itu. Ungtunglah ambisi perang jepang ini cepat
terpatahkan, bukan oleh kekuatan bangsa Indonesia tapi oleh “amarah” Tuhan
lewat tangan sekutu.[3]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan
yang kami dapatkan dari makalah ini bahwa agama itu adalah peraturan yang
mengatur penganutnya itu sendiri dan semua agama berbeda-beda aturannya.
Perbedaan agama bukan berarti saling bermusuhan melainkan kita harus saling
toleransi apabila agama-agama tersebut tidak mengganggu agama yang lain
Dan
di berbagai dunia ini terdapat juga beberapa agama yang di anut bahkan satu
negara pun bisa menganut lebih dari satu agama. Tapi ada beberpa yang populer
di dunia yaitu seperti Islam, Buddha, Hindu, dan Kristen
B. Kritik &
Saran
Kami
menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang kami miliki, maka kami
mengharap atas kritikan dan saran para pakar dibidang menulis lebih-lebih
terhadap Bapak Moh. Elman, M.Pd.I Selaku pemegang atau yang diberikan tugas makalah
ini atas partisipasinya. Itu
semua demi untuk mengembangkan kemampuan yang ada pada diri kami yang selama
ini terpendam. Dan menjadi bahan acuan agar kami bisa memperbaikinya dikemudian
hari atau esok hari.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah. Amin, Metodologi
Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2009.
(https://danudanudanu48.wordpress.com/2017/01/30/agama-agama-di-dunia/)
Syafii Maarif. Ahmad, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996
Tag :
Makalah
0 Komentar untuk "Sejarah dan Perkembangan Agama Islam di Dunia"