BAB II
PEMBAHASAN
A. Tahapan penyampaian pendidikan Islam
Setelah Rasulullah
wafat, maka
kepemimpinan umat Islam tidak boleh kosong, oleh sebab itu
harus ada yang memberi arahan tentang hal keduniawian. Fungsi
rasul, ada dua yaitu rasul sebagai
utusan yang menerima wahyu dan kepemimpinan umat dalam hal mengurus, melayani
umat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Fungsi
rasul sebagai nabi tidak bisa digantikan karena hak proregatif Allah memilih beliau sebagai rasul namun
sebagai pemimpin umat bisa dialihkan dan lanjutkan untuk pengurusan masalah
ekonomi, pertahanan, hukum dll.
Gambaran
tentang hal ini di masa khulafaur
rasyidin adalah awal dari pertumbuhan
Islam. Pada masa
Abu Bakar, banyak menyelesaikan masalah intern, orang murtad, orang
yang tidak mau membayar zakat dan pengumpulan alquran. Situasi
ini bila dipandang dari sudut pendidikan, maka harus
dilakukan pembenahan akidah kembali, karena setalah rasul
wafat banyak umat yang penyimpangan-penyimpangan terhadap syariat Islam.
Akibatnya banyak dari para penghafal alquran
wafat di pedan perang, untuk mengatasi hal tersebut Umar mengusulkan kepada Abu Bakar
supaya mengumpulan alquran secara utuh. Pada akhirnya
tugas itu diserahkan kepada Zaid bin
Tsabit. Usaha
tersebut dilakukan untuk melanjutkan pendidikan yang dilakukan pada zaman Rasul
yakni melakukan pendidikan alquran, keagamaan (akidah, ibadah
dan akhlak) sosial kemasyarakatan, dakwah
islamiah, pertahanan keamanan. Peserta
didiknya para sahabat, umat Islam pada umumnya dan secara khusus untuk muallaf yang
berpusat di masjid Quba.
Pendidikan Islam di masa Abu Bakar intinya
sbb:
a)
Memantapkan
ajaran Islam di kalangan bangsa Arab terutama yang murtad dan enggan membayar
zakat.
b)
Memberikan
pendidikan agama kepada para muallaf.
c)
Memberikan
pengajaran alquran.
d)
Mendidikkan
ajaran Islam ke pelosok wilayah.
2
a)
Pendidikan
keimanan yaitu, menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
b)
Pendidikan
akhlak, seperti
adab masuk rumah, bergaul dll. Pendidikan
ibadah meliputi pelaksanaan sholat dan haji.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan Umar bin
Khattab yang melakukan pembenahan di sistem administrasi negara dan ekspansi
besar-besaran untuk meyebarkan Islam di luar Jazirah Arab, sedangkan pembukaan
wilayah baru tidak tertutup adanya konversi agama lain yang berkembang sebelum
Islam lahir.
Umar bin Khattab terkenal
sebagai administrator yang melahirkan ide-ide antara lain sbb:
a)
Membagi
daerah Islam kepada beberapa wilayah yang dipimpin oleh gubernur. Daerah
tersebut antara lain: Mekkah, Palestina, Syiria, Basrah, Kufah, Mesir dan Madinah.
b)
Membentuk
beberapa jawatan antara lain: polisi, hakim, tentara, jawatan pos dan pemungut pajak.
c)
Menetapkan
pajak seperti Kharaj dan Jizyah.
Pada masa ini daerah Islam
semakin luas, sebelah timur menduduki Parsi dan sebelah barat menduduki Mesir
serta daerah sekitarnya. Dengan adanya tersebut banyak penganut agama lain masuk Islam
dengan sukarela dan membutuhkan bimbingan keislaman serta kebutuhan pendidikan semakin
meningkat. Dalam bidang pembangunan juga membuat pengairan, jalan
raya, jembatan
dan perhitungan tahun hijriah.
Kebutuhan terhadap
pendidikan yang semakin mendesak, maka metode pendidikan dan pengajaran agama
bagi muallaf segera disusun untuk mencegah kesimpangsiuran yang membuat
kesalahan dalam mengenal pokok akidah dan soal ibadah. Guru
dan pendakwah diangkat oleh Umar bin Khattab di setiap daerah untuk mengajari
masyarakat tentang Islam. Pokok ajaran yang disampaikan antara lain: masalah
alquran, akidah, ibadah, syariah
dan akhlak. Selain itu juga memberikan pengarahan untuk belajar berenang, menunggang
kuda, pepatah
dan syair.
Institusi pendidikan
Kuttab memainkan peranannya. Kuttab adalah tempat anak-anak belajar menulis, membaca/menghafal
alquran serta belajar pokok-pokok agama, disamping itu
juga mengajarkan tata bahasa arab, cerita para
nabi, terutama
hadis Rasulullah. Pelajaran yang tingkat menengah diberikan di masjid seperti alquran
dan tafsir, hadis dan pengumpulannya serta fiqih tasyri’ dengan sistem halaqah.[3] Pendidikan
dikelola dibawah pengaturan gubernur dan adapun gaji para pendidik diambil dari
wilayah yang ditaklukan dan baitulmal.[4]
Selanjutnya pada masa
pemerintahan Usman bin Affan dilakukan pembukuan alquran berdasarkan saran
Huzaifah bin Yaman yang telah ikut perang ke berbagai negeri seperti Syam, Armenia dan Azerbaijan. Di
daerah yang ditaklukan terdapat perbedaan umat Islam
dalam membaca alquran. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam membacanya Usman menyuruh
Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Haris untuk menyalin huruf yang pernah ditulis
di zaman Abu Bakar. Setelah selesai dilakukan penulisan alquran lalu dikirim ke
berbagai daerah seperti Mekkah, Kuffah, Basrah dan Syam dan satu tinggal di Madinah.
Pengaruh jasa-jasa Ustman bin Affan sbb:
Pertama, pembukuan mushaf al-quran. Dibandingkan
dengan jasa-jasa yang ditinggalkan Usman, agaknya jasa
pembukuan mushaf alquran inilah yang paling terkenal. Usaha
ini penting dilakukan dalam rangka menjaga alquran dari perubahan, pemalsuan
dan mempersatukan perbedaan bacaan, juga dalam
usaha mempersatukan umat dengan kesatuan politik Islam, hingga
masing-masing daerah mendapat satu mushaf. Mushaf yang dibukukan di zaman Usman inilah kemudian
yang terkenal dengan mushaf Usmani.
Kedua, perluasan masjid
nabawi dan masjid haram yang juga tidak kalah
pentingnya jasa yang ditinggalkan Usman adalah upaya renovasi kedua
masjid besar umat Islam, yaitu masjid nabawi yang ada di Madinah dan masjid
haram yang ada di Makkah. Masjid nabawi diperluas hingga berkuukuran 160 x 150
hasta dengan tiang-tiang pualam, dinding batu berukir ,bertahta perak dan atap
melengkung. Sedangkan untuk masjid haram telah mempunyai bangunan di sekitar
ka’bah dengan kiswah di Mesir, sebelumnya
hanya dari anyaman kulit. Tradisi renovasi kedua masjid besar Islam ini banyak juga dilakukan
oleh para penguasa Islam yang lain sehingga sekarang keduanya menjadi sangat
luas.
Ketiga, membangun
perekonomian, membangun angkatan laut dan pengaturan administrasi negara. Dalam
usaha membangun perekonomian negara Usman bin Affan memindahkan pelabuhan Hijaz
dan Bandar Sua’aibi ke Jeddah (26
H). Akibatnya
arus lalu lintas perdagangan semakin ramai antara laut tengah dan laut merah
dengan dibukanya kanal Amirul mukminin. Khalifah
Usman juga membangun angkatan laut yang tangguh dalam rangka memfasilitasi
ekspansi Islam. Muawiyah misalnya mengirim suatu ekspedisi angkatan laut
di pulau Siprus, sampai akhirnya dapat meguasainya dan memaksa penguasa Romawi untuk membayar upeti kepada
khlaifah dengan
demikian dampak bahwa pada masa pemerintahan
Usman bangsa Arab menunjukkan kepandaiannya di laut. Selain
itu juga Usman ibn Affan mendirikan lembaga-lembaga administrasi negara.
Diantaranya adalah majlis Syura
atau lembaga konsultasi, yang para anggotanya ditetapkan dalam lembaga ini. Tujuannya
adalah untuk membicarakan berbagai macam
permasalahan negara-negara anggota di berada dalam wilayah kekuasaan Islam. Pendidikan
Islam di masa Ustman bin Affan hanya tinggal melanjutkan dari khalifah sebelumnya. Pendidikan
akidah, ibadah
dan akhlak tetap berjalan begitu juga pendidikan alquran serta tempatnya masih
sama yaitu masjid dan kuttab. Dengan menjalankan sistem yang tidak berubah dari sebelumnya.
Pemerintahan selanjutnya
adalah Ali bin Abi Thalib yang banyak konflik politik di dalamya sehingga
pendidikan mengalami kemunduran terutama perseteruan dengan Muawiyah yang
mengakibatkan umat Islam terpecah belah menjadi 3 gologan yaitu:
1)
Syiah
2)
Khawarij
3)
Muawiyah
Prestasi Ali bin Abi Thalib r.a.
5
a)
Dalam perluasan dakwah Islam, Islam telah
sampai ke daerah Sind yang terletak di bagian barat India.
b)
Dalam
urusan politik, Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. mengganti para gubernur yang
diangkat khalifah sebelumnya serta membasmi para pemberontak dan pembangkang
kekhalifahan.
c)
Dalam urusan pembangunan, khalifah Ali bin
Abi Thalib r.a. membangun kota Kufah dengan bentuk baru dan dijadikan sebagai
pusat pemerintahan.
d)
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. dikenal sebagai
pembina yang menyusun dasar-dasar ilmu nahwu, ia mempunyai murid yang sangat
cerdas bernama Aswad Ad Duali yang menyusun dasar-dasar ilmu nahwu untuk
meluruskan bacaan dan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan hadis.
Walaupun demikian sistem pendidikan tetap berjalan dengan
semestinya sebagaimana dengan pemerintahan khalifah sebelumnya. Dipandang
dari berbagai aspek pendidikan dapat diuraikan sbb:
a)
Pendidik
dan peserta didik. Pendidik adalah khulafaur rasyidin dan para sahabat Rasul lainnya. Ketika
membebasan Mekah dilakukan banyak para sahabat yang pindah ke wilayah baru yang
ditaklukan mereka bertugas sebagai pendidik dan peserta didiknya adalah
masyarakat sekitar yang muallaf maupun yang sudah memeluk Islam.
b)
Materi
pembelarajan terpusat pada masalah hukum, muamalah, akidah, ibadah
dll
c)
Lembaga
pendidikan,masjid,kuttab,rumah para pendidik
d)
Pembiayaan
berasal dari sumber keuangan negara seperti zakat,infak,jizyah dan kharaj
e)
Tujuan
pembelajaran adalah membentuk kepribadian muslim.[5]
B.
Pelaksanaan sistem Pendidikan masa khulafaur rasyidin
Sahabat-sahabat bertebaran ke berbagai daerah dan di sana mereka menjadi
pemimpin sekaligus menjadi pendidik muslim di tempat masing-masing sehingga
pendidikan tidak berpusat di madrasah saja. Selanjutnya praktek pengelolaan
pendidikan pada masa ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
A.
Prinsip prinsip
pendidikan
1) Pendidikan di arahkan
pada mengajarkan isi al-qur’an
2) Pendidikan diajarkan
dengan menggunakan dialek daerah masing-masing, sehingga sering timbul
perselisihan dalam bacaan al-qur’an.
B. Sumber pendidikan
Sumber pendidikan diambil dari al-qur’an, hadits dan ijtihad dalam bentuk ijma’ dan qiyas.
a. Kurikulum atau rencana pelajaran meliputi
1)
Bidang keagamaan yang mencakup aqidah, ubudiyah, akhlaq
dan auamalah
2)
Mengarah pada pendidikan keterampilan
3)
Rencana pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat
4)
Mengacu pada pendidikan praktek
5)
Memberikan motivasi untuk belajar.[6]
A. Pendidik
Seseorang yang menjadi pendidik di zaman khulafaurrasyidin antara lain
adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik,
Zaid bin Tsabit, Abu Dzar Al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para
siswa yang kemudian menjadi ulama dan pendidik. Berkaitan dengan masalah
pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang
melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah. Selanjutnya beliau juga
mengangkat sahabat-sahabat untuk
bertugas menjadi guru daerah. Misalnya Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bil al-Hasim di tugaskan mengajar di Bashrah. Kemudian
Abdurrahman bin Ghanam ditugaskan ke Syiria, dan Hasan bin Abi Jabalah di
tugaskan ke Mesir. Dengan demikian yang
menjadi pendidik adalah para khulafaur rasyidin sendiri dan para sahabat besar yang lebih dekat kepada Rasulullah SAW dan
memiliki pengaruh yang besar.
B. Peserta didik
Peserta didik di zaman khalifaur rasyidin terdiri dari masyarakat yang
tinggal di Mekah dan Madinah. Namun yang khusus mendalami bidang kajian
keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan mendalami penguasaannya
di bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikan (peserta
didik) dalam arti umum yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah seluruh
umat Islam yang ada di Mekah dan Madinah. Adapun sasaran
pendidikan dalam arti khusus yakni membentuk ahli ilmu agama adalah sebagian
kecil dari kalangan tabi’in yang selanjutnya menjadi ulama.
C. Materi pendidikan
Kurikulum
pendidikan di Madinah selain berisi materi pelajaran yang berkaitan dengan
pendidikan keagamaan, isi Al-Qur’an, Al-Hadits, hukum Islam, kemasyarakatan,
ketatanegaraan, pertahanan, keamanan, dan kesejahteraan.
D. Metode pembelajaran
Adapun metode yang di gunakan dalam mengajar selain
dengan bentuk halaqah. Yakni guru
duduk di sebelah ruangan masjid kemudian di kelilingi oleh para siswa.
Menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya kemudian menjelaskan
kandungannya, sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa
yang di kemukakan oleh guru.[7]
Metode mengajar ini diterangkan didalam
ahli fikir islam seperti : al-Ghozali, az-Zarnuji, al-Abdari dan Ibnu Kaldun,
yaitu orang-orang yang punya pengaruh dalam pendidikan Islam, maka kita akan
mengutip pendapat-pendapat mereka dalam menjelaskan metode mengajar. Al-Abdari
menjelaskan bahwa mengajarkan Al-Qur’an disampaikan dengan memakai metode
dikte, yaitu anak-anak mengulang kembali apa yang telah diucapkan oleh guru
beberapa faqroh sehingga murid-murid dapat menghafalnya dengan baik
diluar kepala.
E. Lembaga pendidikan
Pada masa khulafaur rasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya terdapat
di Mekah dan Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai daerah
kekuasaan Islam lainnya.
Adapun lembaga-lembaga pendidikan yang
digunakan masih sama dengan zaman Rasulullah SAW, yaitu Masjid, kuttab dan
rumah[8].
Lembaga pendidikan Islam adalah merupakan
hasil pikiran yamg dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan sesuatu masyarakat islam
dan perkembangannya yang digerakan oelh jiwa Islam dan berpedoman kepada
ajaran-ajarannya dan tujuan-tujuannya. Secara keseluruhannya, lembaga
pendidikan Islam itu bukannlah sesuatu yang datang dari luar atau terambil
kebudayaan-kebudayaan yang lama, akan tetapi ia dalam perkembangan dan
pertumbuhannya mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan Islam secara umum,
dan didalamnya kelihatan tujuan-tujuan dan sikap kehidupan tersebut.
Lembaga pendidikan islam yang
bermacam-macam itu telah tumbuh dalam waktu yang jauh, dibawah pengaruh
situasi-situasi tertentu pula yang diinginkan oleh kebutuhan-kebutuhan
kehidupan Islam yang sedang bertumbuh dan berkembang. Diantara lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang penting adalah : Al-Kuttab, masjid darul hikmah, darul
ilm, madrasah, bimaristan, khawanik,
jiwaya, al-rabth, halaqatud-dars, dan duwarul kuttab.
Dilembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut, para sahabat memberikan
pelajaran agama Islam kepada muridnya, baik yang berasal dari penduduk
setempat maupun yang datang dari lembaga lain. Di lembaga-lembaga pendidikan Islam terdapat madrasah-madrasah terkenal
pada masa itu diantaranya:
1) Madrasah
·
Madrasah di Makkah. Guru pertama yang mengajar di Makkah ialah
Mu’adz bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al-Qur’an , hukum-hukum halal dan
haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86
H), Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah pergi kesana lalu mengahar disana. Ia
mengajarkan tafsir, hadist, fiqih dan sastra. Abdullah bin Abbsalah yang
merupakan pembangun madrasah Makkah yang kemudian menjadi termashur keseluruh
penjuru negri Islam.
·
Madrasah Madinah. Madrasah Madinah ini lebih termashur,
karena disanalah tempat Abu Bakar, Umar dan Ustman dan disanalah banyak tinggal
sahabat-sahabat Nabi SAW. Diantara sahabat yang mengajar dimadrasah Madinah ini
adalah Umar bin Khatab, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin
Umar. Zaid bin Tsabit adalah ahli Qira’at dan Fiqh, dan beliaulah yang mendapat
tugas memimpin penulisan kembali Al-Qur’an, baik di zaman Abu Bakar atau zaman
Ustman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar seorang ahli Hadist. Beliau
dianggap pelopor mazdhab Arl al- hadist yang berkembang pada masa-masa
berikutnya.
·
Madrasah Basrah. Ulama sahabat yang terkenal di Bassrah ini
adalah Abu Musa al-Asy’ari dan Annas bin Malik. Abu musa terkenal sebagai ahli
fiqh dan ilmu al-qur’an, sedangkan Annas bin Malik terkenal sebagai ahli
Hadist.
·
Madrasah Kuffah. Ulama sahabar yang tinggak di Kuffah ialah
Ali bin Abi Tholib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Tholib mengurus masalah
politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru
agama. Ibnu Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama
di Kuffah.
·
Madrasah Damsik. Setelah negeri Syam atau Siria menjadi
bagian Negara islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam, maka khalifah
Umar bin Khattab mengirim 3 orang guru agama ke negeri, yaiut: Abu Dardak di
Damsyik, Mu’az bin Jabal di Palestina dan Ubadah di Hims.
·
Madrasah Fistat (Mesir). Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah
dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amir bin al-As. Ia adalah seorang
ahli hadist ia tidak hanya menghafal hadist-hadist yang
didengarnya dari Nabi SAW. Melaikan menulisnya dalam catatan, hingga ia tidak lupa atau
khilaf dalam meriwayatkan hadist-hadist itu kepada murid-muridnya.
2) Al-kuttab
Al-kuttab merupakan lembaga pendidikan yang terlama nampaknya al-kuttab
ini didirikan oleh orang arab. Pada masa Abu Bakar dan Umar, yaitu sesudah
mereka mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang sudah maju. Al-Kuttab
memegang peranan penting dalam kehidupan penting karena mengajarkan Al-Qur’an
kepada anak-anak dianggap satu hal yang sangat perlu, sehingga kebanyakan para
ulama berpendapat mengajarkan Al-Qur’an bagi anak-anak disamping itu sendiri
menyatakan bahwa belajar itu sangat perlu sehingga beliau mewajibkan tiap-tiap
tawanan perang badar untuk mengajarakan 12 orang anak orang-orang Islam sebagai
ganti tembusan tawanan perang.
Prof. Khuda Bakhsk mengatakan bahwa pendidikan di Al-Kuttab berkembang
secara biasa tanpa campur tangan pemerintah.
9
Pendidikan dasar bukanlah satu macam
pendidikan yang terdapat pada masa modern saja, akan tetapi Perhatian terhadap
pendidikan itu telah timbul dari pihak perorangan secara sepontan pada
masa-masa Islam yang telah lalu, oleh karena itu Al-Kuttub telah terdapat pada
setiap desa baik didirikan disamping masjid atau bukan.
Sistem belajar di Kuttab, tidak membatasi kebebasan orang tua untuk
mendatangkan para guru-guru kerumah-rumahnya untuk mengajarkan anak-anak mereka
secara privat dirumah, pendeknya Al-Kuttab adalah sesuatu yang berharga dalam
kehidupan islam, karena Al-Kuttab dalam hubungan dengan agama merupakan sarana
yang penting untuk kehidupan di dunia dan di akhirat pendidikan dasar telah
tersebar luas, terutama pada masa kejayaan Islam, sekalipun orang Islam belum mengerti prinsip-prinsip wajib
belajar, dengan pengertian negara harus mengendalikan urusan pendidikan
dan harus mewajibkan belajar atas setiap orang pada usia tertentu.
3)
Masjid
Masjid dapat dianggap sebagai majelis ilmu pengetahuan dalam Islam, masjid dan jami berfungsi sebagai
sekolah menengah dan perguruan tinggi dalam waktu yang sama. Masjid pertama
kalinya sebagai pendidikan dasar, akan tetapi orang-orang islam berpendapat
lebih baik memisahkan pendidikan anak-anak pada tempat tertentu kemudiannya,
demi menjaga kehormatan masjid dari keributan anak-anak dan karena mereka belum
mampu menjaga kebersihan.
Masjid
merupaka tempat yang utama untuk mempelajari ilmu agama dan ilmu lainnya, dan
pendidikan diberikan cuma-cuma di sekolah-sekolah, diantaranya masjid-masjid
yang terkenal sebagai tempat belajar: jami ‘umar bin ash, jami ahmad bin
thulan, masjid al-azhar.[9]
·
Ulama-ulama (Ahli ilmu agama Islam)
1) Ulama-ulama ahli tafsir
Ulama-ulama sahabat ahli tafsir yang sangat
termasyhur ialah:
a) Ali bin Abu Talib
b) Abdullah bin Abbas
c) Abdullah bin Mas’ud
d) Ubaiy bin Ka’ab
Kemudian di ikuti oleh murid-muridnya,
ulama-ulama tabi’in
yaitu:
a)
Ka’bul bin Ahbar
b) Wahab bin Munabbih
c)
Abdullah bin Salam
d)
Ibnu Huraij
Sesudah masa sahabat dan tabi’in tersebut
itu, lahirlah tafsir Sufyan bin ‘Uyainah, Waki’ bin Al-Jarrah, Abdur Razaq dan
lain-lain
2) Ulama-ulama hadits
Kitab bacaan satu-satunya ialah al-qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah di
bukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut, dari mulut guru ke
mulut murid-muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya kepada murid,
sehingga menjadi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat
dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadis-hadis itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istilah
kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak
meriwayatkan hadis-hadis ialah:
a)
Abu Hurairah (5374
hadis)
b)
Aisyah (2210
hadis)
c)
Abdullah bin Umar (2210 hadis )
d)
Abdullah bin Abbas (1500 hadis)
e)
Anas bin Malik (2210 hadis)
3) Ulama-ulama ahli fiqih
Ulama-ulama sahabat yang sangat termasyhur
dalam fiqih:
a)
Abu Bakar
b)
Umar bin Khatab
c)
Usman bin Affan
d)
Alibin Abu Thalib
e)
Siti ‘Aisyah
f)
Zaid bin Tsabit
g)
Ubay bin Ka’ab
h)
Mu’az bin Jabal
i)
Abdullah bin Mas’ud
j)
Abu Musa bin Al-Asy’ari
k)
Abdullah bin Abbas
Mereka itu adalah ahli ijtihad dan berani mengeluarkan
pendapat, bila tak ada nas dari kitab dan sunah.[10]
C.
Implikasi
pendidikan masa khulafaur rasyidin di Indonesia
Dari sekian pemaparan yang ada diatas,
setidaknya ada dua prinsip nilai-nilai pendidikan islam yaitu:
1. kebebasan berpendapat yang terwujud dalam
musyawarah
2. Tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, serta
shalat sebagai intisari takwa yang terwujud dalam pribadi beliau dengan sikap
disiplin dan tegas.
Dengan melihat kondisi pendidikan kita hari
ini, khususnya pendidikan Islam di Indonesia yang semakin lama semakin jauh
dari nilai-nilai keislaman, kiranya perlu untuk mengambil dan menjalankan
nilai-nilai yang ada pada masa khulafaur rasyidin.
Pada konteks tertentu tidak lagi terjadi kesewenang-wenangan dari
pemerintah atau pelaksana pendidikan kepada masyarakat kecil, sehingga
terwujudnya pranata pendidikan yang dapat dinikmati oleh semua pihak. Sehingga
orientasi pendidikan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia berupa
keuntungan materi semata (komersialisasi pendidikan). Akan tetapi perlu
diiringi dengan nilai spiritual yang pada masa khulafaur rasyidin adanya
tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, serta shalat sebagai intisari
takwa.
Sistem
pembelajaran yang ada di lembaga-lembaga pendidikan saat ini masih jauh dari harapan nilai-nilai
keislaman, pada konteks kedisiplinan, Uswatun Hasanah dari pendidik, serta
ketidak istiqomahan pola pendidikan kita.
Jadi
bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran pada keonteks formal saja (dalam
kelas), tanpa ikuti dengan sikap berupa tindakan keseharian pendidik kepada
anak didik dalam kondisi apapun.
Dalam hal ini
berdasarkan UU Sisdiknas No.20 THUN 2003 Pasal 1 ayat 1.
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.”
Maka seharusnya pendidikan di era khulafaur rasyidin menjadi materi
yang utama wajib dipelajari
Bukan hanya
sekedar materi tambahan ataupun materi pelengkap semata namun dikembalikan
sebagai fungsi utamanya yang harus dimiliki oleh peserta didik saat ini adalah
menerapan sistem pembelajaran para sahabat rasul yang tidak terdapat jarak diantara
pendidik dan peserta didik karena keduanya harus saling melengkapi. bahkan
tidak hanya itu seorang guru tidak semata-mata mengajar untuk menggugurkan
tanggung jawabnya melainkan juga harus
mengoptimalkan potensi dari peserta didiknya. Selain itu fasilitas pendidikan
haruslah merata tidak hanya di kota-kota besar saja melainkan pedesaan atau
wilayah terpencil juga harus diperhatikan agar pendidikan di Indonesia merata
ke berbagai daerah.
Sistem yang diberlakukan pada
masa khulafaur rasyidin tidak sepenuhnya diterapkan di Indonesia secara optimal
sehingga hasil yang di dapatnya hanya setengahnya saja, oleh sebab itu
dibutuhkan peran serta masyarakat luas untuk membuat suatu perubahan tentang
sistem pendidikan di Indonesia yang harus segera di benahi. Untuk memajukan dan
memeratakan pendidikan di Indonesia membutuhkan kesadaran dari semua pihak
terkait untuk mengembangkan potensi dan kualitas para peserta didik sesuai
dengan apa yang telah dicontohkan oleh khulafaur rasyidin dalam menyebarluaskan
pendidikan secara merata dan menyeluruh disesuaikan dengan kondisi masyarakat
yang ada.
11
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pola pendidikan Islam pada masa khalifah Abu Bakar sama dengan pola yang
diterapkan pada masa Rasulullah baik dari segi materi (keimanan, akhlak, dan kesehatan) maupun dari segi
lembaganya (kuttab). Hal ini karena masih dominan pengaruh nabi (belum lama
wafat) sedangkan masa khalifah Umar bin
Khattab pendidikan Islam sudah lebih meningkat dimana pada masa ini khalifah
Umar sudah mengangkat guru-guru dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang
baru ditaklukkan. Setelah dari Abu Bakar menurun kini di masa Umar pendidikan
kembali meningkat.
Pada pendidikan Islam masa khalifah Usman bin Affan diserahkan
sepenuhnya pada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi
sudah mengajar ke daerah- daerah lain. Di masa ini juga telah ada proses
pembukuan al-qur’an secara runtut.
Pola pendidikan
Islam pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib kurang diperhatikan, hal ini
dikarenakan pemerintahan Ali yang selalu dilanda konflik yang berujung pada
kekacauan. Dan di
khalifah Ali juga konflik antar kelompok mulai bermunculan yang mengakibatkan
umat Islam terpecah menjadi 3 golongan yaitu khawarij, syiah dan muawiyah.
Adapun peserta didiknya di zaman Khalifaur rasyidin terdiri dari
masyarakat yang tinggal di Mekkah dan Madinah. pendidik di zaman khulafaur rasyidin
antara lain adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah,
Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, Abu Dzar Al-Ghifari. Selain itu juga metode yang digunakan dalam
mengajar menggunakan bentuk halaqah yakni guru duduk disebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para
siswa. Menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian
menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan
mengulanginya apa yang dikemukakan oleh gurunya. Lembaga Pendidikan Kuttab
sebagai lembaga pendidikan terendah yang di dalamnya mengajarkan kepada anak-anak,
sedangkan Masjid sebagai pusat pendidikan umat Islam yang telah mukallaf
B. Saran
Makalah ini tidak terlepas dari kesalahan sehingga dibutuhkan saran
dan kritik dari para pembaca apabila menemukan kesalahan dalam penulisan
makalah ini,saya sebagai penulis memohon maaf akibat kesalahan tersebut
DAFTAR RUJUKAN
Abudin,Nata. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Media Group Grafindo.2011
Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa,Pendidikan Islam Dalam
Lintasan Sejarah.Medan:KENCANA Prenada Media Group,2012
Samsul Nizar,Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia.Pekanbaru:KENCANA Prenada Media
Group,2011
Yunus, Muhammad. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: PT. Hida Karya Agung.1989
Zuhairi.
Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.1997
[1] Haidar Putra
Daulay dan Nurgaya Pasa,Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah(Medan:KENCANA
Prenada Media Group,2012)hlm.46-52
Indonesia(Pekanbaru:KENCANA
Prenada Media Group,2011)hlm.45
3
[3] Haidar Putra
Daulay dan Nurgaya Pasa,Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah(Medan:KENCANA
Prenada Media Group,2012)hlm.53-54
Indonesia(Pekanbaru:KENCANA
Prenada Media Group,2011)hlm.48
4
[5] Haidar Putra
Daulay dan Nurgaya Pasa,Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah(Medan:KENCANA
Prenada Media Group,2012)hlm.54-58
6
[8]
Op.cit.hlm.124
8
10
0 Komentar untuk "PERTUMBUHAN PENDIDIKAN ISLAM MASA "