PEMBAHASAN
A.
Pengertian Muhram
Mahram
adalah wanita yang haram untuk dinikahi. Wanita yang akan dinikahi oleh seorang
laki-laki haruslah wanita yang tidak termasuk dalam golongan mahram. Mahram
terbagi menjadi dua, yaitu:
1)
Mahram Muabbad
Mahram
muabbad adalah wanita yang haram dinikahi untuk selama-lamanya. Antara
seseorang dengan mahram muabbadnya diperbolehkan untuk bercampur baur
(ikhtilath), berdua-duaan (khalwat), menemani dalam safar, dan berjabat tangan.
Mahram mu‟abbad ada tiga, antara lain:
a.
Karena hubungan keturunan (nasab)
Para
ulama’ telah bersepakat bahwa mahram karena nasab ada tujuh, yaitu:
1.
Ibu terus ke atas
Yang
masuk dalam kategori ini adalah semua wanita yang memiliki hubungan melahirkan
walaupun jauh, yaitu; ibu, nenek dari bapak maupun dari ibu, ibunya nenek, dan
seterusnya ke atas.
2.
Anak perempuan terus ke bawah
Yang
masuk dalam kategori ini adalah semua wanita yang memiliki hubungan kelahiran,
yaitu: anak perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan, cucu perempuan dari
anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
3.
Saudara perempuan dari semua arah
Yaitu;
saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapak, dan saudara perempuan
seibu.
4.
Bibi dari pihak bapak terus ke atas
Yaitu:
saudara perempuan bapak, saudara perempuan kakek, dan seterusnya ke atas.
5.
Bibi dari pihak ibu terus ke atas
Yaitu:
saudara perempuan ibu, saudara perempuan nenek, dan seterusnya ke atas.
6.
Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan dari pihak saudara
laki-laki) terus ke bawah
7.
Anak perempuan saudara wanita (keponakan dari pihak saudara wanita)
terus ke bawah.
Hal ini berdasarkan firman Allah
SWT:
ôMtBÌhãm
öNà6øn=tã
öNä3çG»yg¨Bé&
öNä3è?$oYt/ur
öNà6è?ºuqyzr&ur
öNä3çG»£Jtãur
öNä3çG»n=»yzur
ßN$oYt/ur
ËF{$#
ßN$oYt/ur
ÏM÷zW{$#
ãNà6çF»yg¨Bé&ur
ûÓÉL»©9$#
öNä3oY÷è|Êör&
Nà6è?ºuqyzr&ur
ÆÏiB
Ïpyè»|ʧ9$#
àM»yg¨Bé&ur
öNä3ͬ!$|¡ÎS
ãNà6ç6Í´¯»t/uur
ÓÉL»©9$#
Îû
Nà2Íqàfãm
`ÏiB
ãNä3ͬ!$|¡ÎpS
ÓÉL»©9$#
OçFù=yzy
£`ÎgÎ/
bÎ*sù
öN©9
(#qçRqä3s?
OçFù=yzy
ÆÎgÎ/
xsù
yy$oYã_
öNà6øn=tæ
ã@Í´¯»n=ymur
ãNà6ͬ!$oYö/r&
tûïÉ©9$#
ô`ÏB
öNà6Î7»n=ô¹r&
br&ur
(#qãèyJôfs?
ú÷üt/
Èû÷ütG÷zW{$#
wÎ)
$tB
ôs%
y#n=y
3 cÎ)
©!$#
tb%x.
#Yqàÿxî
$VJÏm§
ÇËÌÈ
Artinya:
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[1]
b.
Karena hubungan pernikahan (mushaharah)
Mahram
karena hubungan pernikahan ada empat, yaitu:
1.
Isterinya bapak (ibu tiri) terus ke atas
Para ulama‟ telah bersepakat bahwa
wanita yang telah diikat dengan akad pernikahan oleh bapak, maka haram untuk
dinikahi anaknya walaupun belum terjadi jima’. Hal ini berdasarkan firman Allah
SWT:
wur
(#qßsÅ3Zs?
$tB
yxs3tR
Nà2ät!$t/#uä
ÆÏiB
Ïä!$|¡ÏiY9$#
wÎ)
$tB
ôs%
y#n=y
4 ¼çm¯RÎ)
tb$2
Zpt±Ås»sù
$\Fø)tBur
uä!$yur
¸xÎ6y
ÇËËÈ
Artinya:
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji
dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).[2]
Berkata
Al-Hafizh Ibnu Katsir:
“Allah
SWT mengharamkan istri-istri bapak sebagai bentuk penghormatan bagi para bapak,
pengagungan, dan pemuliaan agar di gauli setelah bapaknya (meninggal dunia).
Bahkan istri bapak tersebuttetap haram bagi anaknya. Walaupun hanya dengan
(diadakannya) akad nikah (bapaknya) atas wanita tersebut. Dan ini adalah
perkara yang telah di sepakati (oleh para ulama’)”.
Termasuk
dalam kategori ini adalah isterinya kakek dan seterusnya ke atas. Berkata
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di:
“Yaitu
janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh bapak-bapak
kalian, yaitu; bapak dan (seterusnya) ke atas.[3]
2.
Istrinya anak (menantu) terus ke bawah
Para ulama’ bersepakat bahwa istri anak kandung menjadi
haram bagi bapak hanya dengan akad nikah anaknya. Hal ini berdasarkan firman
Allah SWT:
ã@Í´¯»n=ymur
ãNà6ͬ!$oYö/r&
tûïÉ©9$#
ô`ÏB
öNà6Î7»n=ô¹r&
Artinya: (Dan diharamkan) bagi kalian isteri
anak kandung kalian.
Termasuk pula dalam kategori ini adalah isterinya cucu
dari anak laki-laki maupun perempuan dan seterusnya ke bawah.
3.
Ibunya istri (mertua) terus ke atas
Mertua menjadi haram untuk dinikahi oleh seorang
laki-laki setelah akad yang dilakukan dengan anaknya, ini adalah pendapat
jumhur ulama. Sebagai firman Allah SWT:
àM»yg¨Bé&ur
öNä3ͬ!$|¡ÎS
Artinya: Dan (diharamkan bagi kalian) ibu-ibu isteri kalian.
Termasuk pula dalam kategori ini adalah dari ibu dan
neneknya isteri dari bapak, demikian seterusnya ke atas.
4.
Anaknya isteri dari suami lain (anak tiri) terus ke bawah
Anak tiri menjadi mahram setelah terjadi jima’ dengan
ibunya. Sehingga seorang laki-laki telah mengadakan akad nikah dengan anaknya namun
belum terjadi jima’, maka ia boleh menikahi anak perempuan isterinya tersebut.
Ini adalah pendapat jumhur ulama’, berdasarkan firman Allah SWT:
ãNà6ç6Í´¯»t/uur
ÓÉL»©9$#
Îû
Nà2Íqàfãm
`ÏiB
ãNä3ͬ!$|¡ÎpS
ÓÉL»©9$#
OçFù=yzy
£`ÎgÎ/
bÎ*sù
öN©9
(#qçRqä3s?
OçFù=yzy
ÆÎgÎ/
xsù
yy$oYã_
öNà6øn=tæ
ã@Í´¯»n=ymur
Artinya: anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan
sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya;
Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan
seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak
perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang
lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam
pemeliharaannya.
c. Karena Persusuan (radha’ah)
Ada dua syarat yang harus terpenuhi agar
susuan dapat menjadikan mahram, syarat tersebut adalah:
1. Minimal disusui sebanyak lima kali susuan yang
mengenyangkan
Ini adalah pendapat jumhur ulama, diantaranya:
Mazhad Asy-Syafi’i, pendapat yang di pilih oleh Imam Ahmad, Ibnu Hamz, Atha’,
dan Thawus.
2. Penyususan terjadi pada dua tahun pertama dari usia anak
Ini adalah pendapat jumhur ulama, di
antaranya: Imam Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad Ishaq, Abu Tsaur, dan Al-Auza’i.
*
ßNºt$Î!ºuqø9$#ur
z`÷èÅÊöã
£`èdy»s9÷rr&
Èû÷,s!öqym
Èû÷ün=ÏB%x.
( ô`yJÏ9
y#ur&
br&
¨LÉêã
sptã$|ʧ9$#
4 n?tãur
Ïqä9öqpRùQ$#
¼ã&s!
£`ßgè%øÍ
£`åkèEuqó¡Ï.ur
Å$rã÷èpRùQ$$Î/
4 w
ß#¯=s3è?
ë§øÿtR
wÎ)
$ygyèóãr
4 w
§!$Òè?
8ot$Î!ºur
$ydÏ$s!uqÎ/
wur
×qä9öqtB
¼çm©9
¾ÍnÏ$s!uqÎ/
4 n?tãur
Ï^Í#uqø9$#
ã@÷VÏB
y7Ï9ºs
3 ÷bÎ*sù
#y#ur&
»w$|ÁÏù
`tã
<Ú#ts?
$uKåk÷]ÏiB
9ãr$t±s?ur
xsù
yy$oYã_
$yJÍkön=tã
3 ÷bÎ)ur
öN?ur&
br&
(#þqãèÅÊ÷tIó¡n@
ö/ä.y»s9÷rr&
xsù
yy$uZã_
ö/ä3øn=tæ
#sÎ)
NçFôJ¯=y
!$¨B
Läêøs?#uä
Å$rá÷èpRùQ$$Î/
3 (#qà)¨?$#ur
©!$#
(#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
$oÿÏ3
tbqè=uK÷ès?
×ÅÁt/
ÇËÌÌÈ
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban
ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.
Dengan demikian, di antara mahram karena
persusuan adalah:
1) Wanita yang menyusui (ibu susuan terus ke atas)
Termasuk dalam kategori ini adalah nenek
susuan baik dari pihak ibu susuan maupun bapak susuan, ibu dari nenek susuan,
dan seterusnya ke atas.
2) Anak perempuan wanita yang menyusui (saudara susuan)
terus ke bawah
Baik yang dilahirkan sebelum dan sesudah
susuan. Termasuk pula dalam kategori ini adalah cucu perempuan dari anak
perempuan maupun anak laki-laki ibu susuan, dan seterusnya ke bawah.
3) Saudara perempuan sepersususan
Yaitu setiap anak yang menyusu kepada ibu susuan,
meskipun waktu menyusuinya berbeda.
4)
Saudara perempuan wanita yang menyusui (bibi susuan dari
pihak ibu susuan).
5)
Saudara perempuan suami dari ibu susuan (bibi susuan dari
pihak bapak susuan).
6)
Anak perempuan dari anak perempuan ibu susuan (keponakan
susuan)
7)
Anak perempuan dari anak laki-laki ibu susuan (keponakan
susuan)
8)
Isteri lain dari bapak susuan (ibu tiri susuan)
Termasuk dalam masalah ini adalah isteri dari kakek
susuan, dan seterusnya ke atas.
9)
Isteri dari anak susuan (menantu dari anak susuan)
Termasuk dalam masalah ini adalah istri cucu dari anak
susuan.
10)
Ibu sususan dari isteri (mertua susuan)
11)
Anak susuan dari isteri (anak tiri susuan)
B.
Mahram Muaqqad
Mahram Muaqqad adalah wanita yang haram dinikahi
untuk sementara waktu. Yang termasuk mahram muaqqad adalah:
1.
Mengumpulkan duaa wanita yang bersaudara dalamdalam suatu
pernikahan
Para ulama’ telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan
dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan. Hal ini sebagaimana firman
Allah SWT:
br&ur
(#qãèyJôfs?
ú÷üt/
Èû÷ütG÷zW{$#
wÎ)
$tB
ôs%
y#n=y
3 cÎ)
©!$#
tb%x.
#Yqàÿxî
$VJÏm§
ÇËÌÈ
Artinya: Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Yang Haram Dinikahi Dalam Waktu Tertentu
a)
Saudara perempuan istri (ipar), sampai si istri diceraikan dan
menyelesaikan masa iddahnya atau setelah istrinya meninggal dunia. Hal ini
sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT.
a.
“dan diharamkan bagi kalian menghimpun (dalam pernikahan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau”.
(an-Niasa’23)
b)
Bibi dari istri, baik dari pihak bapak maupun ibu. Ia tidak boleh
dinikahi, kecuali setelah putri saudara laki-laki atau saudara perempuannya itu
(istri) diceraikan serta menyelesaikan masa iddahnya atau istrinya telah
meninggal dunia.
c)
Wanita yang bersuami (Muhshanah), sehingga dicearaikan oleh
suaminya dan menyelesaikan masa iddahnya. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh
Allah SWT
d)
Wanita yang sedang menjalani masa iddah, baik karena perceraian
maupun karena kematian suaminya, sehinnga ia menyelesaikan masa iddahnya. Pada
saat menjalani masa iddah tersebut juga diharamkan untuk melamarnya.
e)
Wanita yang telah talak tiga (Bain), sehingga ia dinikahi
oleh laki-laki lain, yang kemudian ia berpisah karena perceraian maupun
kematian dan telah menyelesaikan masa iddahnya.
f)
Wanita yang berzina, sehingga ia benar-benar bertaubat dari
perbuatan tersebut. Hal ini dilakukannya dengan penuh keyakinan serta telah
menyelesaikan masa iddah dari perzinaanya tersebut. Sebagaiman firman allah
SWT.[4]
a.
“dan wanita yang berzina tidak boleh dinikahi, melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Dan kemudian diharamkan atas
orang-orang yang beriman.”
0 Komentar untuk "PEMINDAHAN UTANG (HIWALAH)"