SEJARAH PENGEMBANGAN
EYD
Pada tahun 1938,
selama kongres bahasa indonesia yang pertama kali di solo, misalnya disarankan
agar ejaan bahasa indonesia lebih banyak diinternasionalkan. Pada tahun 1947
soewandi, mentri pengajaran, pendidikan dan kebudayaan paada masa itu,
menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 maret 1947, No. 264/bhg.A bahwa
perubahan ejaan indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi
lebih sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan republik.
Beberpa usul yang diajuakan oleh panitia mentri itu belum dapat diterima karena
masih dirinjau lebih jauh lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam rangka penyederhanaan dan penyelesaian
ejaandengan perkembangan bahasa, keputusan soewandi pada masa pergolakan revolusi
itu mendapat sambutan baik.
Kongres bahasa
indonesia kedua, yang diprakarsai mentri moehammad yamin, diselenggarakan di
medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata
pertemuan itu. Kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun
ejaan yang peraktis bagi bahasa indonesia. Panitia yang di maksud
(priono-katoppo, ketua) yang dibentuk oleh mentri pengajaran, pendidikan dan
kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 19 juli 1956, No. 44876/S,
berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957 setelah bekerja selama
setahun. Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara republik indonesia dan
persekutuan bangsa melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha
mempersamakan kedua ejaan bahasa dalam dua negara ini.
Sesuai dengan apa
yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:
1.
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan
ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh
Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini
pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan
van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri
dari ejaan ini yaitu:
a)
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah,
sajang, dsb.
b)
Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe,
itoe, oemoer, dsb.
c)
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda
trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
2.
Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi
adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947.
Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van
Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
a)
Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru,
itu, umur, dsb.
b)
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k
pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c)
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti
pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d)
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya
ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
3.
Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) diresmikan pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden dan
menjadi dasar penulisan yang berlaku hingga saat ini. Dalam ejaan ini, ada
beberapa hal berubah:
·
Penggunaan huruf c yang menggantikan tj seperti
misalnya pada kata-kata: tjontoh, tjandra, tjatjing, dan lainnya.
·
Dj digantikan dengan huruf j.
·
Penggantian ch menjadi kh.
·
Pengubahan penulisan nj menjadi ny.
·
Perubahan sj menjadi sy, dan yang terakhir
·
Perubahan j menjadi y.
Pada tanggal 12
Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah
itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
Tag :
sejarah EYD
0 Komentar untuk "SEJARAH PENGEMBANGAN EYD"