BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
pragmatis, teori belajar merupakan prinsip umum atau kumpulan prinsip yang
saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan
yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Terjadinya
interaksi antara mengajar dengan belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi
yang unik, sebab secara sengaja atau tidak, masing-masing pihak berada dalam
suasana belajar. Jadi pendidik walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya
secara tidak langsung juga melakukan belajar.
Di dalam kelas ada berbagai cara atau
bentuk pembelajaran yang biasa digunakan oleh para pendidik seperti
pembelajaran yang menekankan latihan, hafalan, pengulangan, pemahaman, dan lain
sebagainya. Cara atau bentuk pembelajaran bersumber dari teori atau konsep
psikologi tertentu. Dalam psikologi belajar dikenal beberapa aliran yang
masing-masing mempunyai konsep atau teori tersendiri tentang pembelajaran.
Setiap teori pun mempunyai implikasi tersendiri dalam penyusunan kurikulum.
Dengan demikian, agar seorang pendidik
mempunyai wawasan yang lebih luas tentang teori pembelajaran, maka konsep atau
teori pembelajaran tersebut harus diketahui dan dikuasainya lebih mendalam. Hal
tersebut dimaksudkan dalam kegiatannya dapat memperoleh hasil lebih optimal
sebagaimana yang diharapkan.
Dalam makalah ini, penulis akan
memaparkan beberapa teori dalam pembelajaran persefektif Islam yang meliputi;
teori fitrah, teori koneksionisme, teori psikologi daya, dan teori gestalt.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, makalah ini akan membahas tentang teori-teori belajar persefektif islam,
dengan berpijak pada sub pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengertian teori dan definisi belajar
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam?
2. Apa sajateori-teori belajar dalam pembelajaran
menurut Islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian teori dan definisi belajar dalam persefektif Islam
2.
Mengetahui teori-teori belajar dalam persefektif
Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori dan Definisi Belajar dalam
Pembejaran Islam
1. Pengertian Teori
Menurut Abdurrahman Saleh
Abdullah, teori dalam konteks pendidikan, dapat dipahami dalam dua perspektif,
yaitu Pertama, "teori" dipergunakan oleh para pendidik untuk
menunjukkan hipotesis-hipotesis tertentu dalam rangka membuktikan
kebenaran-kebenaran melalui ekspresimentasi dan observasi serta berfungsi
menjelaskan pokok bahasanya.
Menurut Nujayhi, seorang ahli pendidikan Mesir Kontemporer merefleksikan
ketika mengatakan, bahwa perkembangan-perkembangan dibidang psikologi
eksiperimental membawa kesan-kesan ke dalam dunia pendidikan, sebagaimana yang
terdapat pada bidang ilmu pengetahuan khusus.
Kedua, "teori"
menunjuk kepada bentuk asas-asas yang saling berhubungan yang mengacu pada
petunjuk praktis.Dalam pengertian ini, bukan hanya mencakup pemindahan
ekspalanasi fenomena yang ada, namun termasuk di dalamnya mengontrol atau
membangun pengalaman.[1]
Sedangkan
menurut Hamzah B. Uno, teori merupakan seperangkat proposisi yang di dalamnya
memuat tentang ide, konsep, prosedur, dan prinsip yang terdiri dari satu atau
lebih variabel yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari,
dianalisis, dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.
Dari pandangan
Hamzah tentang teori di atas, maka akan tergambar bahwa teori merupakan sebuah
sistem yang dapat diuji kebenarannya oleh siapapun dan terbuka untuk dikaji
ulang dalam perspektif yang sama, dan mungkin dapat digantikan dengan
sistem baru, yang sudah mengalami kajian dan penelitian lain.
Dalam
pendidikan agama Islam, nilai-nilai al-Qur'an merupakan elemen dasar dalam
kurikulum dan lembaga pendidikan, tidak boleh tidak, harus perhatian membawa
peserta didiknya sesuai dengan nilai-nilai Qur'ani tersebut. Praktik-praktik
harus dilakukan oleh para pendidik dan pertimbangan-pertimbangan nilai tidak
dapat terbatasi dengan penelitian-penelitian ilmiah melulu.
Selanjutnya
apabila menerima teori ilmiah sebagai paradigma bagi teori pendidikan dengan
meninggalkan fakta-fakta metafisika dari al-Qur'an, maka ilmu pengetahuan
demikian hanya berkenaan dengan obyek-obyek yang dapat diamati dengan panca
indra. Ini berarti, teori ilmiah tidak dapat meliputi unsur yang tidak dapat
diamati dan diuji secara ilmiah.
2. Definisi Belajar
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara etimologis belajar memiliki arti
"berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu". Definisi ini memiliki
pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau
ilmu.
Belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku manusia berdasarkan pengalaman dan latihan, dari
belum tahu menjadi tahu, dari pengalaman yang sedikit kemudian bertambah.[2]
Hilgard sebagaimana dikutipWinaSanjaya
menulis bahwa learning is the process by wich an activity originates or
changed through training producers (wether in the laboratory or in the
natural enviorenment). Bagi Hilgard, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku peserta didik melalui kegiatan berupa pelatihan baik di
laboratorium maupun di lingkungan yang alamiah. Hal ini dimaksudkan bahwa dari manapun
sumber perubahan itu asalkan melaui pelatihan maupun pengalaman dapat dikatakan
sebagai kegiatan belajar, dan yang penting untuk proses perubahan tingkah laku ini
ditimbulkan sebagai akibat adanya interaksi dengan lingkungan sekitar.
Reber penyusun buku Dictionary of
Psychology, sebagaimana dikutip Muhibbin Syah, membatasi pengertian belajar
dalam dua definisi, yaitu: Proses memperoleh pengetahuan, dan suatu perubahan kemampuan
bereksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Sedangkan dalam
perspektif agama Islam, belajar sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia, sebagai kewajiban setiap individu Muslim-Muslimat dalam
rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. Allah berfirmandalam QS.
Al-Mujadalah /58: 11”… Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat…"
Di sisilain, Allah SWT, melalui Rasul-Nya
menganjurkan orang Islam belajar hingga ke negeri China dan memerintahkan supaya
menuntut ilmu dari buaian sampai ke liang lahat, menunjukkan bahwa agama Islam
memandang pentingnya untuk belajar.
Dari beberapa uraian di atas,
dapatlah disimpulkan bahwa belajar merupakan proses manusia untuk mencapai bagaimana
bermacam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Karena belajar adalah dimulai sejak
manusia lahir sampai akhir hayat. Salah satu contoh pada waktu bayi, seorang bayi
menguasai keterampilan-keterampilan yang sederhana, seperti memegang botol dan mengenal
orang-orang di sekelilingnya. Ketika menginjak masa kanak-kanak dan remaja,
sejumlah sikap, nilai, dan keterampilan berinteraksi social dicapai sebagai kompetensi,
dan seterusnya hingga dewasa berbagai keterampilan dimilikinya sesuai dengan keahlian
dan profesi masing-masing. Islam membersuatu makna bahwa belajar bukan hanya sekadar upaya perubahan perilaku, tetapi belajar
juga merupakan konsep yang ideal, karena sesuai dengan nilai-nilai ajaran
Islam. [3]
B. Teori-teori Belajar dalam Pembelajaran Islam
Manusia
diciptakan Allah swt, dalam struktur yang paling baik di antara makhluk Allah
yang lain. Struktur manusia terdiri atas unsur jasmaniah (fisikologis)
dan rohaniah (psikologis). Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu,
Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan
berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi,
yang menurut aliran psikologi behaviourisme disebut prepotence
reflexes (kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang).
Dengan
demikian, maka ilmu pengetahuan mengalami perkembangan sampai kepada proses
pembelajaran. Dalam perkembanganya merupakan suatu konsep-konsep atau
teori-teori dalam aktivitas kegiatan belajar-mengajar.
Dalam kaitanyan
dengan proses pembelajaran, ditemukan ada beberapa teori yang telah dikenal
secara umum, diantaranya: teori fitrah, teori koneksionisme, teori psikologi
daya, dan teori gestalt.
a.
Teori Fitrah
Dalam pandangan
agama Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut dengan fitrah,
kata yang berasal dari fathara, dalam pengertian etimologis mengandung
arti kejadian.
Kata fitrah
disebutkan dalam al-Qur'an surah.Ar-Ruum/30: 30“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui."
Di
sampingituterdapathadisRasulallahsaw.:
حَدَّ ثَنَاأَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ اْلاَعْمَش عَنْ أَبِىْ صَالِحٍ عَنْ
أَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلهم, كُلُّ
مَوْلُوْدٍ يٌوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوّدَانِهِ اَوْ
يُنَصّرَانِهِ اَوْيُشَرِّكَانِهِ (رِوِاهُ اَحمَد)
“Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami, dari al-A'masydari AbiShalih
dari Abi Hurairah r.a berkata: Rasulallah saw. Telah bersabda: setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani,
atau musyrik. (HR Ahmad).[4]
Dari pengertian
al-Qur'an dan Hadis di atas, dapat diambil pengertian secara terminologis
sebagai berikut:
1. Mengandung
implikasi pendidikan yang berkonotasi kepada paham nativisme. Oleh
karena kata fitrah mengandung makna kejadian yang di dalamnya berisi potensi
dasar beragama yang benar lurus, yaitu Islam. Dengan potensi dasar ini tidak
dapat diubah oleh siapa pun atau lingkungan apa pun, karena fitrah itu
merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun
bentuknya dalam tiap pribadi manusia. Dengan demikian, ilmu pendidikan agama
Islam bisa dikatakan berfaham nativisme, yaitu suatu paham yang
menyatakan bahwa perkembangan manusia dalam hidupnya secara mutlak ditentukan
oleh potensi dasarnya.
2. Mengandung kecenderungan netral, dijelaskan dalam al-Qur'an surah
An-Nahl/16: 78‘‘Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur“. Menurut
Mohammad Fadhil al-Djamalyyang
dikutip M. Arifin mengatakan, bahwa ayat tersebut menjadi petunjuk untuk
melakukan usaha pendidikan secara eksternal oleh peserta didik.Dengan demikian,
pengertian fitrah menurut interpretasi kedua ini, tidak dapat sejalan dengan
empirisme, karena faktor fitrah tidak hanya mengandung kemampuan dasar pasif
yang beraspek hanya pada kecerdasan semata dalam kaitannya dengan pengembangan
ilmu pengetahuan, melainkan mengandung pada tabiat atau watak dan kecenderungan
untuk mengacu kepada pengaruh lingkungan eksternal sekalipun tidak aktif.[5]
3. Konsep al-Qur'an yang menunjukkan, bahwa tiap manusia diberikan
kecenderungan nafsu untuk menjadikanya kafir bagi yang ingkar terhadap Tuhannya
dan kecenderungan yang membawa sikap bertaqwa, menaati perintah Allah swt.
Jelaslah bahwa
faktor kemampuan memilih yag terdapat dalam fitrah (human nature)
manusia berpusat pada kemampuan berfikir sehat (berakal sehat), karena akal
sehat mampu membedakan hal-hal yang benar dan yang salah. Sedangkan yang mampu
memilih yang benar secara tepat hanyalah orang-orang berpendidikan sehat.
Sejalan dengan interpretasi tersebut, maka dikatakan
bahwa pengaruh faktor lingkungan yang sengaja adalah pendidikan dan latihan
berproses interaktif dengan kemampuan fitrah manusia. Dalam pengertian ini,
pendidikan agama Islam berproses secara konvergensis yang dapat membawa
kepada paham konvergensi dalam pendidikan agama Islam.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu
pendidikan agama Islam dapat berorientasi pada salah satu paham filosofis saja
atau campuran paham tesebut di atas. Namun apa pun paham filosofis yang
dijadikan dasar pandangan, ilmu pendidikan agama Islam tetap berpijak pada
kekuatan hidayah Allah swt, yang menentukan hasil akhir.
b.
Teori
Koneksionisme
Teori
koneksionisme adalah teori yang dikembangkan oleh Edward L. Thorndike
(1874-1949). Teori ini berpendapat bahwa belajar merupakan hubungan
antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya koneksionisme disebut
juga S-R Bond Theory dan S-R Psychology of Learning. Di samping itu,
teori ini juga terkenal dengan sebutan Trial and Error Learning. Istilah
ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai
suatu tujuan.
Dari penjelasan teori di atas,
penulis mengemukakan bahwa yang mendorong timbulnya fenomena peserta didik belajar
adalah semangat dan motivasi dari peserta didik itu sendiri sesuai dengan harapan
dan tujuan yang diinginkan dalam proses pembelajaran. Karena tanpa dorongan semangat
dan motivasi dalam diri peserta didik itu sendiri tidak akan berhasil sesuai
yang dicita-citakan. Untuk itu, sebaiknya pemerintah sebagai penentu kebijakan khususnya
dalam pendidikan memberikan apresiasi khusus terhadap keberhasilan belajar peserta
didik untuk kesejahteraannya, agar ia lebih semangat lagi dan termotivasi dalam
kegiatan belajarnya.
c.
TeoriPsikologiDaya
Para ahli psikologi, kata daya
identic dengan raga atau jasmani. Raga atau jasmani mempunyai tenaga atau daya,
maka jiwa juga dianggap memiliki daya, seperti; daya untuk mengenal, mengingat,
berkhayal, berpikir, merasakan, daya menghendaki, dan sebagainya. Sebagaimana daya
jasmani dapat diperkuat dengan jalan melatihnya yaitu mengerjakan sesuatu dengan
berulang-ulang, maka daya jiwa dapat diperkuat dengan jalan melatihnya secara berulang-ulang
pula.
Daya seseorang dapat dikembangkan melalui
latihan, seperti; latihan mengamati benda atau gambar, latihan mendengarkan bunyi
atau suara, latihan mengingat kata, arti kata, latihan melihat letak suatu kota
dalam peta. Latihan-latihan tersebut dapat dilakukan dengan melalui berbagai bentuk
pengulangan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkesimpulan
bahwa setiap individu atau peserta didik memiliki sejumlah daya atau kekuatan dalam
dirinya. Daya-daya itu dapat dikembangkan dalam kegiatan proses pembelajaran,
termasuk daya fisik, motoric dan mentalnya, dengan latihan secara terus menerus
untuk berguna bagi dirinya.[6]
d.
Teori Gestalt
Psikologi muncul dipengaruhi olehp sikologi
gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan
Kurt Koffka. Perkataan gestalt dalam bahasa Jerman berarti suatu konfigurasi,
pola atau keseluruhan.Teori ini juga disebut psikologi organismik atau field
theori, yang bertolak dari suatu keseluruhan.
Teori ini
berpendapat, bahwa belajar adalah bukan mengulangi hal-hal yang harus
dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight atau pengertian yang
mendalam. Belajar menurut pandangan ini akan semakin efektif jika materi yang
akan dipelajari itu mengandung makna, yaitu jika disusun dan disajikan dengan
cara memberi kemungkinan peserta didik untuk mengerti apa-apa yang sebelumnya,
dan menganalisis hubungan satu dengan yang lain.
Berbeda dengan teori-teori yang dikemukakan oleh tokoh behaviorisme
terutama thorndike menganggap bahwa belajar sebagai proses trial and error,
teori gestalt memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight).
Karena pada dasarnya tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi
yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku tersebut
terjadi. Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi
belajar tesebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu
tersebut memecahkan masalah. Dengan kata lain, teori gestalt menyatakan bahwa
yang paling penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang
dipelajari oleh individu tersebut. Oleh krena itu, teori gestalt ini disebut
teori insight. Pendapat tesebut, terdapat persamaan makna dengan yang
dikemukakan oleh Oemar Hamalik yang mengatakan bahwa, prinsip pembelajaran yang
dianut oleh teori gestalt, adalah:
1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan menuju bagian-bagian,
2) Keseluruhan
memberikan makna bagian-bagian tersebut,
3)
Bagian-bagian dilihat dalam hubungan keseluruhan berkat individu,
4) Belajar
memerlukan pemahaman (insight),
5) Belajar
memerlukan reorganisasi pengalaman yang kontinyu.[7]
Hal tersebut
menunjukkan bahwa, belajar dengan cara berulang-ulang atau mengulangi dari
semua materi pelajaran akan lebih dimengerti dan lebih mudah dipahami daripada
belajar tanpa mengulangi materi pembelajaran. Artinya bahwa, belajar itu
diperlukan kesabaran, keuletan, dan ketekunan.
Dari beberapa
uraian di atas tentang teori-teori belajar dalam pembelajaran, khususnya dalam
persefektif Islam, penulis mengemukakan bahwa semua teori yang para ahli
kemukakan dapat dipedomani sebagai bahan referensi dalam proses pembelajaran.
Namun dalam makalah ini penulis hanya memaparkan empat teori saja, karena semua
teori ini cukup luas dan padat untuk dijadikan teori belajar dalam pembelajaran
khususnya dalam persefektif islam. Terutama dan paling utama yang penulis
gunakan dalam pembelajaran adalah teori fitrah.[8]
Teori ini cukup layak digunakan dalam proses pembelajaran, karena teori ini
berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Alasannya bahwa sumber
satu-satunya belajar adalah dari Allah SWT. beserta alam dan segala isinya,
yang dapat dipelajari melalui Al-Qur’an Hadis Nabi, serta teori-teori lainya
merupakan tambahan dari teori-teori belajar yang ada. Karena teori-teori
tersebut merupakan orientalis yang diadopsi dari teori belajar menurut Islam.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian
pada bab pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
a. Teori merupakan sebuah sistem yang dapat diuji
kebenaranya oleh siapa pun dan terbuka untuk dikaji ulang dalam perspektif yang
sama, dan mungkin dapat digantikan dengan sebuah sistem baru, yang sudah
mengalami kajian dan penelitian lain. Sedangkan belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku manusia berdasarkan pengalaman dan latihan, dari belum
tahu menjadi tahu, dari pengalaman yang sedikit kemudian bertambah.
b. Teori- teori belajar dalam pembelajaran pendidikan agama Islam meliputi:
1. Teori fitrah.
Teori ini berpendapat, bahwa kemampuan dasar perkembangan manusia merupakan
anugrah dari Allah swt, yang dilengkapi dengan berbagai potensi pada dirinya.
2. Teori
koneksionisme. Teori ini berpendapat, bahwa belajar merupakan hubungan antara
stimulus dan respons.
c.
Teori psikoologi daya. Teori ini
berpendapat, bahwa setiap individu atau pserta didik memiliki sejumlah daya
atau kekuatan dalam dirinya yang dapat dikembangkan dalam kegiatan proses
pembelajaran baik dari dari daya fisik, motorik maupun dari daya mentalnya
dapat dikembangkan dengan melalui latihan terus menerus.
d.
Teori gestalt. Teori ini berpendapat,
belajar bukan saja mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti
atau memperoleh insight (pengertian yang mendalam).
DAFTAR PUSTAKA
Mawardi,
NurHayati,IlmuAlamiahDasar, IlmuBudayaDasar,
IlmuSosialDasar,
CV. Pustakasetia, tahun 2000, hlm 103.
Arifin Noor, IlmuSosialDasar,IlmuAlamiahDasar, IlmuBudayaDasar,
CV.
Pustakasetia, tahun 1997, hlm 26.
Ahmad Musthafa, IlmuBudayaDasar,IlmuSosialDasar,
IlmuAlamiahdasar,
CV.pustakasetia,
tahun 1998, hlm 119
Mawardi, NurHayati, IlmuSosialDasar, IlmuAlamiahDasar,
IlmuBudayaDasar,
CV. Pustakasetia, tahun 2000, 104.
Arifin Noor, IlmuAlamiahDasar, IlmuBudayaDasar, IlmuSosialDasar,
CV.
Pustakasetia, tahun 1997, hlm 27.
[1]
.Mawardi, NurHayati, IlmuAlamiahDasar, IlmuSosialDasar,IlmuBudayaDasar,
( CV. pustakasetia), tahun, 2000 hlm 53.
[2]
. Arifin Noor, IlmuSosialDasar,(CV.
Pustakasetia), tahun 2007, hlm, 113.
[3]
. ibid, hlm,113.
[4]
. Ahmad Musthafa,IlmuBudayaDasar, (
CV, pustakasetia), tahun 1998, hlm, 52.
[5].
Ibid, hlm 52.
[6]
. Ahmad Musthafa, IlmuBudayaDasar,(CV.pustakasetia),
tahun 1998, hlm 119.
[7]
. Mawardi, NurHayati.IlmuAlamiahDasar,
IlmuBudayaDasar,IlmuSosialDasar, (CV. Pustakasetia), tahun 2000, hlm 103.
[8]
. ibid, hlm 104.
0 Komentar untuk "PEMBELAJARAN ALAMIAH DASAR DALAM PERSEFEKTIF ISLAM"